TEMPO Interaktif, Blitar - Ratusan umat Islam yang tergabung dalam Gerakan Umat Islam Blitar (GUIB), Selasa, 6 Desember 2011, merusak dan menghancurkan rumah prostitusi di lokalisasi Tanggul, Desa Pasirharjo, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Massa yang sebagian besar merupakan anggota Barisan Serbaguna (Banser), yakni badan otonom yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama tiba-tiba mendatangi lokalisasi. Aksi dilakukan setelah massa GUIB menggelar apel dan istighotsah di Lapangan Kecamatan Garum untuk menyatakan perang terhadap kemaksiatan.
Petugas Kepolisian Resor Blitar yang berjaga di sekitar lokalisasi tak mampu menahan kemarahan massa. Meski sempat menahan di pintu depan, sejumlah massa berhasil menerobos masuk ke dalam lokalisasi melalui pintu belakang. Dengan beringas mereka merusak dan menghancurkan seluruh bangunan yang terdiri dari kamar dan warung.
Sejumlah perlengkapan bangunan seperti pintu dan jendela yang dihuni pekerja seks komersil (PSK) dirobohkan. Botol minuman keras yang tersimpan di warung dihancurkan. “Saya yang menggerakkan aksi ini,” kata Imron Rosadi, Ketua Banser Kabupaten Blitar.
Imron mengatakan aktivitas kemaksiatan dan prostitusi yang terjadi di Kabupaten Blitar sudah tidak bisa ditolerir. Selain merusak moral warga Blitar, keberadaan mereka mulai mengundang keresahan.
Menurut Imron, yang membuat massa marah karena para PSK menolak mematuhi SK Bupati Blitar Nomor 188/231/409.012/KPTS/2011 tentang Penutupan Lokalisasi atau tempat praktik prostitusi di Blitar. Padahal SK tersebut merupakan rekomendasi para ulama yang menghendaki Kabupaten Blitar bersih dari prostitusi.
Dalam SK tersebut diuraikan Bupati Blitar Herry Noegroho telah memerintahkan penutupan tiga lokalisasi di wilayahnya, yakni lokalisasi Desa Kendal Rejo, Kecamatan Srengat, lokalisasi Tanggul di Desa Pasirharjo, Kecamatan Talun, serta lokalisasi Ngreco di Kecamatan Selorejo. Ketiga lokalisasi itu dihuni sekitar 60 PSK. Itu belum termasuk pengelola warung yang menyediakan minuman keras.
Upaya penutupan yang dilakukan pemerintah melalui aparat kepolisian dan TNI selalu gagal karena para PSK melakukan perlawanan. Didampingi sejumlah aktivis sosial, mereka menolak penutupan karena solusi yang diberikan pemerintah kurang memadai. Para PSK baru bersedia pergi jika disediakan lapangan pekerjaan yang jelas.
Kepala Kepolisian Resor Blitar, Ajun Komisaris Besar Polisi Marwan, membantah menyetujui aksi massa tersebut. Menurut dia bangunan yang dirusak aktivis Islam hanyalah tempat kosong yang sudah ditinggal pergi penghuninya. Sebab sehari sebelumnya polisi telah meminta penghuni lokalisasi meninggalkan tempat kerjanya sesuai peraturan daerah yang ditetapkan. “Tidak ada korban jiwa karena para penghuninya sudah pergi,” ucapnya.
HARI TRI WASONO