TEMPO Interaktif, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) konsisten menolak calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Aryanto Sutadi. Berdasar penelitian ICW, bekas Kepala Badan Pertanahan Nasional itu merupakan sosok pejabat negara yang menganggap enteng laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN).
Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho mengatakan, dalam wawancara yang dilakukan peneliti ICW pada tanggal 11 Agustus lalu di kantor BPN, Aryanto berkata, “LHKPN itu cuma membuat orang munafik, tidak mungkin ada orang yang mengisi LHKPN itu sesuai dengan apa yang dia punya. Apa gunanya?”
Menurut Emerson, pernyataan Aryanto tentang LHKPN tersebut kontradiktif dengan upaya KPK untuk menjadikan LHKPN sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi. Jika Aryanto terpilih menjadi pemimpin KPK, "Dikhawatirkan calon (Aryanto) akan menghapuskan kewajiban LHKPN," ujar dia dalam siaran pers, Senin, 28 November 2011.
Tak hanya dinilai menganggap enteng LHKPN, menurut Emerson, Aryanto bukanlah sosok pejabat negara yang patuh melaksanakan pelaporan data kekayaannya. "Aryanto bukan orang jujur karena tidak memberikan informasi secara benar soal kekayaan pribadi," katanya.
Berdasarkan catatan ICW, purnawirawan bintang dua polisi itu baru dua kali melaporkan kekayaannya, yaitu pada 31 Mei 2001 ketika menjabat sebagai Direktur Pidana Khusus Mabes Polri, serta LHKPN B1 yang disampaikan pada 17 Maret 2011 ketika menjabat sebagai Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan BPN, itu pun atas permintaan KPK.
Emerson mengatakan, harta yang dilaporkan Aryanto sesuai hasil klarifikasi LHKPN pada tanggal 18 Maret 2011 sebesar Rp 4,44 miliar. Sedangkan temuan hasil pemeriksaan LHKPN sementara menyatakan harta Aryanto hampir dua kali lipat, yakni sebesar Rp 8,51 miliar.
"Aryanto menjelaskan bahwa harta kekayaannya senilai sekitar hanya Rp 4 miliar. Artinya, dia tidak melaporkan semua harta yang dimilikinya, baik atas nama yang bersangkutan sendiri atau keluarganya," terang Emerson.
Menurut Emerson, harta yang tidak dilaporkan Aryanto antara lain berupa tabungan, deposito, dan setara kas lainnya, meliputi satu rekening atas nama Aryanto dan tujuh rekening tabungan atas nama istrinya. Semuanya terdapat di Bank Central Asia dengan total saldo per 31 Desember 2010 sebesar Rp 4,06 miliar dan US$ 852.
Dengan adanya temuan harta tersebut, Aryanto pernah berkilah bahwa dirinya tidak mengetahui keberadaan rekening istrinya. Sebab, "Hal tersebut merupakan urusan pribadi istrinya yang bekerja sebagai dokter dan bisnis sendiri," kata Emerson menirukan ucapan Aryanto ketika itu.
MAHARDIKA SATRIA HADI