TEMPO Interaktif, Bengkulu - Kasus pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan darah atau inses di Bengkulu meningkat dalam lima tahun terakhir. Bentuk kekerasan seksual ini cukup memprihatinkan dengan adanya kenaikan jumlah kasus berkisar tiga hingga lima kasus setiap tahun. Hal ini diungkapkan Yayasan Women Crisis Center (WCC) Cahaya Perempuan Bengkulu kemarin.
Menurut yayasan tersebut, jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Bengkulu masih tinggi. Hingga Oktober saja, terdapat 166 kasus atau 48 persen dari 334 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di daerah ini.
Manajer Program Yayasan WCC Cahaya Perempuan Yati Sumery mengatakan, setiap hari, lima orang perempuan di Bengkulu mengalami kekerasan, yang dua di antaranya mengalami kekerasan seksual. "Kasus kekerasan seksual setiap tahun mengalami peningkatan, berkisar 15-20 kasus," ujarnya pada kampanye 16 hari antikekerasan terhadap perempuan kemarin.
Selain itu, ada kasus pemerkosaan di komunitas, pencabulan, perdagangan perempuan untuk dilacurkan, percobaan pemerkosaan, serta pemaksaan hubungan seksual melalui bujuk rayu dan janji-janji dalam relasi pacar.
Ia menambahkan, masih tingginya angka kekerasan yang terjadi terhadap perempuan salah satu penyebabnya belum adanya kesadaran masyarakat mengangkat kasus ini sebagai masalah sosial, bukan masalah pribadi atau keluarga.
Apalagi, menurut dia, Pemerintah Provinsi Bengkulu sudah memiliki Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2006 tentang Pencegahan dan Penanganan Terpadu bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Perlindungan Anak.
Selain itu, sudah terbit Peraturan Gubernur Nomor 18 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 21 Tahun 2006 tersebut. "Perda dan pergub ini sebenarnya instrumen yang sangat penting untuk menanggulangi kekerasan terhadap perempuan, hanya tidak berjalan sesuai ketentuan," katanya.
PHESI ESTER JULIKAWATI