TEMPO Interaktif, Batam - Aksi buruh di Batam, Kepulauan Riau, pada Kamis siang, 24 November 2011, kembali rusuh. Polisi menembakkan gas air mata ke arah massa buruh yang beringas. Para pengunjuk rasa pun kocar-kacir.
Lusi, seorang peserta aksi, terpaksa dilarikan ke rumah sakit akibat semprotan gas air mata. Dalam keadaan pingsan, dia dibawa rekan-rekannya ke Rumah Sakit Awal Bross.
Aksi buruh menuntut kenaikan Upah Minimum Kota semula berjalan tenang. Keadaan berkembang brutal setelah massa mulai bertindak anarkistis dengan melempar sepeda motor ke arah pos jaga kantor Wali Kota Batam. Lemparan batu juga kerap mengarah ke polisi.
Kondisi yang memanas memaksa Kepala Polda Kepulauan Riau, Brigadir Jenderal Raden Budi dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau, Soerya Respationo, mendatangi para pendemo. Setelah perbincangan selama 10 menit, perwakilan pekerja sepakat ikut menghadiri perundingan penentuan Upah Minimum Kota dengan Pemerintah Kota Batam. Hingga berita ini ditulis, perundingan masih berlangsung.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Kota Batam, Nada Faza Soraya, meminta pihak buruh bisa menahan diri. Menurutnya, pekerja dan pengusaha merupakan satu-kesatuan yang tak terpisahkan. "Pasti ada jalan keluar," katanya.
Aksi ribuan buruh di Batam berlangsung sejak Rabu 23 November kemarin dan juga berujung ricuh. Seorang demonstran dikabarkan terkena tembakan peluru karet dari aparatur keamanan.
Buruh di Batam mengaku kecewa dengan penetapan Upah Minimum Kota yang tidak sesuai dengan tuntutan mereka. Wali Kota Batam memang telah menetapkan upah minimum sebesar Rp 1,2 juta. Buruh menuntut jumlah itu dinaikkan menjadi Rp 1,7 juta.
RUMBADI DALLE