TEMPO Interaktif, Samarinda - Ketua Pengadilan Negeri Samarinda Hery Supriyono mengaku siap jika sejumlah hakim yang memutus bebas 14 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, diperiksa Komisi Yudisial (KY). Asalkan, pemeriksaan tidak melenceng dari tugas pokok dan fungsi KY dalam hal pemeriksaan hakim.
"Sepanjang masalah kode etik, silakan saja diperiksa. Tapi jangan materi persidangan," kata Hery Supriyono saat dihubungi, Jumat, 4 November 2011.
Ia menyatakan pemeriksaan hingga ke masalah materi akan bertentangan dengan lembaga yang mengurusinya, Mahkamah Agung. Ia tidak mempermasalahkan jika hakim-hakim diperiksa terkait kode etik hakim, tindak tanduk hakim selama menangani perkara ini. Artinya, di luar materi sidang ia tak mempermasalahkan.
Berdasarkan laporan yang diterima, jalannya persidangan berjalan sesuai prosedur. Menyangkut bebasnya 14 anggota DPRD Kutai, Hery menganggap itu sudah sesuai dengan fakta dan data di persidangan. "Pengadilan bukan lembaga penghukum. Kami ini menerima, memeriksa dan memutus," jelasnya.
Ia mengakui jika pengawasan terhadap hakim karier maupun hakim ad hoc tidak bisa dilakukan pengadilan secara melekat. Berbeda jika terjadi kebutuhan mendesak karena adanya ancaman terhadap hakim. Jika itu terjadi, ia akan meminta bantuan pihak kepolisian.
Disinggung kemungkinan hakim menerima suap dari terdakwa, Hery mengaku tidak pernah mengetahui. Ia mengaku tak pernah mendapat laporan. "Kalau pengawasan melekat tidak ada. Selama ini tergantung kepada individu hakim masing-masing," katanya.
Sementara itu, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Tenggarong, Kutai Kartananegara, Catur Widi Susilo mencatat terdapat sejumlah kejanggalan selama empat hari sidang. Kejanggalan terdapat di hari pertama sidang saat empat terdakwa disidang secara bersamaan.
"Kan, masing-masing terdakwa berkasnya berbeda. Tapi ini disidang sekaligus. Ada apa ini?" kata Catur Widi Susilo secara terpisah.
Pada sidang pertama, Senin, 31 Oktober 2011, Casmaya (hakim karier) menjadi hakim ketua yang didampingi dua anggota, Poster Sitorus dan Rajali (hakim ad hoc). Empat terdakwa adalah Suryadi (PKS), Suwaji (Golkar), Sudarto (PDI Perjuangan) dan Rusliandi (Golkar).
Berbeda dengan sidang-sidang di hari berikutnya, majelis hakim menyidangkan terdakwa secara terpisah. Satu per satu, terdakwa disidang meski amar putusan atas perkara ini sama.
FIRMAN HIDAYAT