TEMPO Interaktif, Jakarta - Meminum obat herbal perlu berhati-hati. Sebab, tidak semua obat yang berlabel herbal mengandung herbal seluruhnya. Kepala Unit Kesehatan Pria dan Klinik Andrologi Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah, Arif Adimoelja, mengingatkan tidak ada herbal atau jamu yang bekerja instan.
"Herbal dan jamu tidak pernah bereaksi instan. Kalau bereaksi instan, patut dicurigai," ujar dia dalam seminar seksiologi di Hotel Le Meredien, Jakarta, Jumat, 28 Oktober 2011.
Selain obat herbal, jamu juga seharusnya tidak boleh bereaksi instan. Tapi faktanya, kata Arif, banyak jamu yang dicampur dengan bahan alami lain atau justru zat aktif. Tujuannya untuk memperkuat reaksi sehingga cepat terasa efeknya. "Apakah ada jamu yang bisa menghilangkan sakit kepala cepat kayak Panadol, misalnya? Kalau pegal linu, mungkin iya, tapi makan waktu," urai dia.
Oleh karena itu, jamu atau obat herbal yang bisa langsung terasa efeknya patut dipertanyakan komposisi bahan dasarnya. Efek campur-mencampur ini juga terjadi antar bahan alami. "Misalnya purwoceng ditambah ginseng, apakah semua bahan-bahan yang mempunyai fungsi seksual kuat kalau dicampur jadi lebih kuat?" ujar dia.
Menurut Arif, belum ada kajian klinis yang menunjukkan campuran bahan dengan zat aktif kuat juga menggandakan reaksi. "Obat Cina yang menggunakan bahan campuran banyak itu kadang ada yang berkhasiat bagus dan ada yang tidak," ungkap dia.
Kalau campuran zat aktif alami dengan zat aktif bahan kimia, seperti jamu dengan obat-obatan, Arif mengaku reaksinya memang cepat ketimbang yang alami murni. Tapi, ia mengingatkan, risikonya juga besar. Tantangan obat herbal sekarang adalah membuktikan bahwa nama dan kandungannya terbukti secara ilmiah bukan dengan embel-embel alami bebas efek samping dan terbukti secara bertahun-tahun.
Pendapat Arif ini disetujui pula oleh seksolog Wimpie Pangkahila. Menurut dia, herbal dan jamu tidak ada fungsi pengobatan. "Mereka hanya obat-obatan pelengkap," paparnya dalam kesempatan yang sama.
Agus Triyono dari Kementerian Kesehatan menguraikan jamu dan herbal memang belum ada terbukti ilmiah atau klinis. Jamu didefinisikan obat-obatan yang terbukti secara empiris. Adapun obat herbal, uji klinis baru dengan hewan percobaan jadi berstatus pra-klinis.
Untuk pembuktikan khasiat alami suatu zat memang seharusnya sudah masuk kategori fitofarmaka. Tapi, Agus menguraikan, Kementerian tak hanya bertindak diam terhadap warisan obat-obatan asli Indonesia ini. "Riset-riset tentang jamu kini banyak digalakkan."
DIANING SARI