TEMPO Interaktif, Surabaya - Sebanyak 14 kabupaten dan kota di Jawa Timur belum mengajukan usulan nilai upah minimum kabupaten/kota (UMK) meskipun hari ini, Kamis, 20 Oktober 2011, merupakan batas akhir tahap kedua usulan harus diterima gubernur.
Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Edy Purwinarto memaparkan, 14 daerah tersebut terdiri dari lima kota, yakni Kota Pasuruan, Probolinggo, Kediri, Blitar, dan Kota Madiun. Adapun sembilan daerah lainnya adalah Kabupaten Lamongan, Jember, Sumenep, Blitar, Bondowoso, Ngawi, Ponorogo, Pacitan dan Kabupaten Lumajang.
Edy menjelaskan sudah mengingatkan Dewan Pengupahan di 14 daerah itu untuk lebih serius menyusun usulan agar segera diajukan kepada gubernur. ”Karena batasan akhir tahap kedua dilewati, maka harus diajukan hingga batas akhir ketiga tanggal 15 November 2011. Jika tetap belum diajukan terpaksa harus mnggunakan UMK tahun 2011,” kata Edy.
Menurut Edy, sesuai edaran gubernur bernomor 560 tahun 2011 tentang penetapan UMK 2012, telah disebutkan bahwa Dewan Pengupahan Provinsi memberikan batas waktu pertama tanggal 15 Oktober dan batasan akhir kedua tanggal 20 Oktober.
Edy juga mengatakan, penetapan UMK kali ini memang banyak kendala. Di antaranya, ihwal komponen pemanfaatan minyak tanah dalam survei standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Masih banyak Dewan Pengupahan tingkat kabupaten dan kota yang hingga saat ini masih bingung soal komponen minyak tanah.
Kalangan buruh masih menganggap minyak tanah harus dimasukkan sebagai salah satu komponen penetapan UMK. Sebab masih banyak buruh yang hingga saat ini masih menggunakan minyak tanah untuk memasak. Sebaliknya kalangan pengusaha ngotot komponen minyak tanah ditiadakan setelah pemerintah menerapkan program konversi minyak tanah ke gas elpiji 3 kilogram.
Sementara itu Koordinator Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Jawa Timur Jamaluddin mengatakan, penetapan UMK 2012 tak jauh berbeda dengan UMK tahun 2011. "Masih banyak masalah dan tidak jujur dalam pola penetapannya. Di sana-sini masih banyak manipulasi data," ungkap Jamaluddin.
Jamaluddin mencontohkan, survei KHL yang dilakukan Dewan Pengupahan Kota Surabaya di Pasar Soponyono, Rungkut, dan Pasar Wonokromo, ternyata berbeda dengan hasil survei KHL yang dilakukan kalangan buruh meskipun lokasi survei sama.
Berdasarkan hasil survei buruh, KHL Kota Surabaya Rp 1,7 juta, sedangkan Dewan Pengupahan Kota Surabaya menghasilkan angka Rp 1,1 juta. ”Angkanya terpaut cukup besar padahal item-item yang disurvei sama, lokasi survei pun sama. Ini aneh,” ucap Jamaluddin menyesalkan.
FATKHURROHMAN TAUFIQ