TEMPO Interaktif, Jakarta -Hakim Adhoc Pengadilan Hubungan Industrial Bandung, Imas Dianasari, terancam dihukum 15 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Bandung. Dalam sidang perdana, Kamis 20 Oktober 2011, dia didakwa sebagai hakim yang telah menerima suap dan bermufakat jahat untuk menyogok Hakim Adhoc Mahkamah Agung terkait putusan perkara industrial PT Onamba Indonesia.
Jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi menjerat wanita berjilbab itu dengan dakwan berlapis dan kumulatif. Sebagai hakim penerima duit suap, Imas dijerat Undang-Undang Antikorupsi Nomor 31 Tahun 1999 pasal 6 ayat (1) dan (2) huruf a, 11 dan pasal 12 huruf c serta Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 55 ayat (1) ke-1 dan pasal 64 ayat (1).
Sedangkan sebagai penyogok Hakim Mahkamah Agung, wanita 44 tahun itu dijerat pasal 5 ayat (1) dan 15 Undang-Undang Antikorupsi. Juga pasal 53 ayat (1) dan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. "Ancaman hukumannya minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara," ujar jaksa penuntut KPK Riyono seusai sidang di ruang Kresna Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis 20 Oktober 2011.
Selain Imas, hukuman sama juga mengancam Manajer Sumber Daya Manusia PT Onamba Indonesia, Odih Juanda, selaku pemberi duit suap kepada Majelis Hakim dan panitera Pengadilan Hubungan Industrial Bandung. Juga sebagai pemufakat jahat, bersama Imas, untuk menyogok Hakim Adhoc Mahkamah Agung. "Sebagai pemberi (suap kepada hakim), pasal dakwaan untuk dia (Odih) agak berbeda. Dia didakwa juga dengan pasal 6 ayat (1) huruf a,"kata Riyono.
Jaksa mendakwa, Imas bersama pelaksana tugas Panitera Muda Ike Wijayanto telah menerima duit suap. Duit diterima diduga berkaitan dengan pemenangan gugatan PT Onamba Indonesia terhadap karyawannya di Pengadilan Hubungan Industrial Bandung melalui putusan tanggal 1 April 2011.
Duit suap yang diterima Imas antara lain senilai Rp 352 juta untuk mempenagruhi putusan di Pengadilan Industrial, Rp 10 juta untuk mengatur komposisis Majelis Hakim. Juga Rp 600 ribu untuk biaya konsultasi serta senilai Rp 4,3 juta berupa fasilitas menginap di Hotel Mercure Convention Center, Ancol, Jakarta.
Berdasarkan pengakuan Imas, sebagian duit yang dia terima secara bertahap saat bertemu Odih di restoran Cibiuk, Sederhana, dan La Ponyo, Bandung, tersebut lalu dibagikan kepada hakim Ketua Majelis dan anggota Majelis perkara PT Onamba, dan staf Pengadilan Industrial.
"Kepada (Hakim Adhoc) Toni Suryana Rp 25 juta dan 30 juta, (Hakim) Agus Suwargi Rp 30 juta, Ike Wijayanto Rp 45 juta, dan Toto Santosa selaku Panitera Pengganti PN Bandung sebesar Rp 5 juta,"kata Riyono saat membacakan dakwaan.
Jaksa juga mendakwa Imas bersama Odih telah melakukan permufakatan jahat menyogok Hakim Adhoc Mahkamah Agung Arief Sudjito Rp 200 juta. Hal itu dilakukan agar Arief, yang juga kenalan Imas, mempengaruhi putusan sidang kasasi para karyawan PT Onamba atas putusan gugatan manajemen perusahaan tersebut di Pengadilan Industrial tingkat pertama di Bandung.
Tujuannya adalah agar permohonan kasasi para karyawan ditolak dan agar putusan kasasi di Mahkamah Agung menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama. "Yang mana kemudian Arief Sujito menyanggupi untuk mengurus perkara kasasi di Mahkamah Agung dengan syarat disediakan uang sebagai imbalan,"kata Riyono.
Namun upaya mengupah Arieif untuk mengurus perkara kasasi itu belakangan layu sebelum berkembang. Musababnya, pada Kamis malam 30 Juni 2011, Imas dan Odih tertangkap tangan oleh para petugas KPK setelah serah terima duit Rp 200 juta untuk Arief di Restoran La Ponyo, Jalan Raya Cinunuk, Kabupaten Bandung.
Atas dakwaan jaksa penuntut, para penasehat hukum Imas dan Odih tak akan mengajukan eksepsi. "Dakwaan jaksa bisa saja kami eksepsi, tapi eksepsi biasanya ditolak hakim. Jadi untuk mempersingkat waktu persidangan, kami memilih mengungkap semua keberatan kami sekalian dalam sidang pledoi nanti," kata penasehat hukum Imas, John Elly Tumanggor seusai sidang.
Hal senada diungkap penasehat hukum Odih, Syafrudin Lubis. "Kami tak melihat dakwaan jaksa harus dieksepsi secara formal. Mendingan langsung dilihat dalam pembuktian nanti apakah Odih itu sengaja memberi atau diminta (membayar suap),"katanya seusai sidang.
ERICK P. HARDI