TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah sepakat memberlakukan moratorium (penghentian sementara) pemberian remisi terhadap terpidana kasus korupsi dan terorisme. Menurut Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana, pemberlakuan itu bersamaan dengan pengkajian aturan remisi yang dilakukan tim Kementerian Hukum dan HAM.
”Sambil berjalan pengkajian atas aturan itu, terpidana kasus terorisme dan korupsi kami hentikan remisinya,” kata Denny seusai acara serah-terima jabatan Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta, Rabu 19 Oktober 2011.
Menurut dia, terkait dengan moratorium remisi, pihak kementerian sudah menerima arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden, dia melanjutkan, meminta pemberian remisi disepakati sejalan dengan pemberantasan korupsi, undang-undang, dan rasa keadilan masyarakat.
Bekas Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar sebelumnya sudah membentuk tim pengkaji remisi bagi terpidana kejahatan luar biasa. Tim di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan itu mengkaji Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2006 tentang perubahan atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan masyarakat.
Aturan itulah yang disebut Patrialis menjadi dasar bagi pihaknya memberi remisi bagi narapidana. Termasuk pelaku kejahatan luar biasa, seperti koruptor dan teroris. Tim pengkaji saat ini sedang menelaah materi PP dan akan meminta pendapat pakar untuk menelaah materi moratorium remisi.
Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menegaskan, moratorium remisi menjadi prioritas program kementerian. Sebab, kata dia, sering kali terdakwa kasus terorisme masih mengulang perbuatan yang sama di dalam penjara. ”Banyak kejadian, di saat pelaku sudah menjalani kewajiban pembinaan di dalam dan di luar penjara, dan terkesan berhasil melakukan konsolidasi, namun akhirnya malah (dia) mengulangi perbuatannya,” ujarnya.
Mudah dan seringnya pemberian remisi oleh pemerintah menjadi sorotan publik. Kerapnya remisi membuat seorang terpidana cepat memperoleh pembebasan bersyarat. Hal itu diperparah dengan jumlah hukuman yang sangat rendah, khususnya bagi terdakwa kasus korupsi.
| ISMA SAVITRI