TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Hanafi Rais, putra mantan Ketua MPR Amien Rais, dan pasangannya, Tri Harjun, gagal meraih kursi Wali Kota dan Wakil Wali Kota dalam Pemilu Kota Yogyakarta yang digelar dua hari lalu. Hanafi harus menyerah dengan kemenangan jago koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan-Golkar, Haryadi Suyuti dan Imam Priyono.
Haryadi-Imam berhasil menang tipis dari pasangan Hanafi-Tri Harjun yang diusung koalisi Partai Amanat Nasional dengan perolehan 97.047 suara (48,347 persen) berbanding 84.122 suara (41,908 persen) atau terpaut sekitar 6 persen.
Sementara itu, pasangan dari koalisi Partai Keadilan Sejahtera yang mengusung calon Zuhrif Hudaya dan Aulia Reza Bastian menempati posisi terakhir dengan raihan 19.557 suara (9,743 persen). Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta melakukan rekapitulasi Pemilukada Kota Yogyakarta di Balai Kota mulai sekitar pukul 13.00 dan berakhir pada sekitar pukul 17.30.
Jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 322.722 orang, sedangkan yang tidak datang menggunakan hak pilih sebanyak 114.740 suara. "Partisipan pemilukada kali ini hanya 64,5 persen," kata Nasrullah, Ketua KPU Kota Yogyakarta, setelah rekapitulasi. Dari jumlah tersebut, yang tidak sah ada 35,5 persen.
Menurut GBPH Prabukusumo, yang mendukung pasangan Haryadi-Imam, kemenangan tipis Haryadi melegakan. "Meski menang tipis, itu bukan berarti banyak yang tidak pro-penetapan. Tapi saya lihat mungkin karena faktor lain, seperti hasutan-hasutan dan money politics, seperti yang kemarin ditemukan oleh Panwas," kata Prabu.
Dia menilai kemenangan Haryadi atas Hanafi Rais sebagai bentuk masih tingginya kepercayaan masyarakat Yogyakarta untuk tetap mendukung penetapan Sultan sebagai gubernur.
Prabu sendiri mengaku beberapa hari sebelum pemungutan suara ikut berpatroli bersama GBPH Indrokusumo untuk memantau sejumlah titik. "Saya terus terang sangat gelisah," ujarnya. Kegelisahan itu, kata dia, lebih karena adanya isu-isu soal peredaran money politics yang sangat besar. Sejumlah kerabat Keraton mendukung Haryadi karena hanya Haryadi-lah yang mereka nilai sepenuhnya mendukung penetapan Sultan sebagai gubernur.
Sebaliknya kubu Hanafi-Tri, yang dinilai oleh Prabukusumo tidak mendukung penetapan Sultan, menuding ada intimidasi kepada warga agar tidak memilih Hanafi-Tri. "Kader kami di sejumlah titik melaporkan adanya intimidasi untuk tidak memilih pasangan kami," kata anggota tim sukses Hanafi Rais, Ibnu Titianto.
Tapi dia tak menyebut lokasi intimidasi itu. Menurut Ibnu, saat ini timnya tidak akan melakukan langkah apa pun untuk memprotes hasil itu. "Kami hanya berharap pada pilkada ke depan, masyarakat Yogya kian mandiri dan tidak takut akan adanya intimidasi-intimidasi atas hak pilihnya," kata dia. Ibnu mengatakan kubu Hanafi menerima hasil rekapitulasi itu.
Kubu Zuhrif juga menerima hasil rekapitulasi. "Tapi kami masih proses pelanggaran yang terjadi kemarin, khususnya soal penganiayaan yang terjadi di DPW PAN (tim pendukung Hanafi)," kata Nasrul Choiri dari tim sukses Zuhrif.
Ketua KPU Nasrullah memastikan tidak akan ada pilkada ulang karena dua pasangan calon sudah di atas 30 persen perolehan suara. "Kalau mau protes, waktunya tiga hari setelah penetapan dalam rapat pleno ini," kata dia.
Sementara itu, hampir separuh jumlah pemilih di Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta pada pilkada ini tidak menggunakan hak suaranya. Tercatat sebanyak 41,6 persen dari jumlah DPT tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk melakukan pencoblosan. Menurut Ratri, kelurahan tertinggi dengan angka golputnya berada di wilayah Kelurahan Kotabaru. Hampir separuh dari jumlah DPT tidak hadir ke TPS.
PRIBADI WICAKSONO