TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Sebanyak 400 kolektor keris dari berbagai daerah di Indonesia beradu beradu keindahan koleksinya dalam sebuah acara lomba "Estetika dan Bursa Keris Nasional 2011" di Jogja Gallery, Yogyakarta, hari ini.
Ajang adu kesaktian itu dijadwalkan akan berlangsung lima hari dan berakhir hari Minggu, 25 September 2011 mendatang. Ada sejumlah kriteria penjurian dalam perlombaan, di antaranya penggarapan detail, usia, pola kerumitan dan keunikan pamor, serta sarung dan aksesoris keris.
Juru bicara acara Singgih Brojosasmito menjelaskan, penilaian terhadap keris secara umum dapat dibedakan menjadi dua, dilihat dari sisi sejarah dan estetikanya. Penilaian kesejarahan biasanya erat dengan sisi mistis keris. Adapun keindahan lebih banyak berhubungan dengan estetika. "Jadi, jangan salah. Perlombaan ini bukan kesaktian (dalam makna mistis), tapi estetis," kata dia di sela pembukaan perlombaan, Rabu, 21 September 2011.
Ada 12 orang juri yang akan memberikan penilain dalam perlombaan itu. Mereka berasal dari sejumlah daerah di seluruh Indonesia dan sesuai asal daerah keris. Bentuk-bentuk keris sendiri--dalam perlombaan itu--dibedakan bentuknya sesuai dengan asal daerah, yakni gaya Yogyakarta, Surakarta, Jawa Timur-Madura, Jawa Barat, Bali-Lombok dan Melayu. "Satu lagi gaya bebas," kata dia.
Sementara itu, panitia juga menyediakan 60 meja peserta dalam bursa keris. Di tempat ini, kolektor bisa langsung melakukan transaksi jual-beli (pemaharan) keris mereka dengan calon pembelinya. Harga keris sendiri cukup bervariasi. Laiknya sebuah karya seni yang lain, harga sebilah keris ditaksir berkisar dari ratusan ribu hingga miliaran rupiah.
Dengan mengutip pendapat seorang ahli keris, Ketua Panitia Yogi Adiningrat mengatakan, sebagai senjata tajam, keris adalah alat tikam yang paling efektif. Lekukan pada bilah keris diyakini menjadi penyeimbang tangan melakukan serangan. "Keris mewakili teknologi pada zamannya," kata dia.
Uniknya, teknologi itu telah dikuasai para pembuat keris (empu) sejak berabad-abad lalu di Nusantara. Keris Jalak Budho misalnya, yang turut diperlombakan, disebut berasal dari Singosari pada abad 13 Masehi. "Kalau tak punya ketrampilan, tentu tak bisa membuat keris," kata dia.
Fokus perlombaan, keris sebagai karya keindahan, menurut dia, adalah upaya untuk mendekatkan keris pada masyarakat. "Kalau sudah senang, kan, (tertarik) mengkoleksi dan melestarikan," kata dia.
ANANG ZAKARIA