TEMPO Interaktif, Kupang - Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni menolak rencana penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan PTTEP Australasia sebagai pengelola Montara.
"Kami menolak penandatanganan MoU tersebut bila tidak dilakukannya sebuah penelitian ilmiah," kata Tanoni yang menghubungi Tempo di Kupang, Rabu, 14 September 2011.
Pernyataan Tanoni menanggapi desakan Ketua Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut (Timnas PKDTML) Freddy Numberi dan Deputy Menteri Negara Lingkungan Hidup Masnelyati Hilman kepada PTTEP Australasia agar segera menandatangani MoU penyelesaian kasus Montara yang mencemari Laut Timor.
Tanoni justru menuntut Pemerintah Australia dan PTTEP Australasia untuk membentuk tim dan melakukan sebuah penelitian ilmiah yang komprehensif, independen, kredibel, transparan, dan menyeluruh atas dampak tumpahan minyak Montara terhadap sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat serta lingkungan di Laut Timor.
"Kita sudah ajukan klaim ke PTTEP dan Pemerintah Australia untuk bentuk tim dan lakukan penelitian ilmiah di Laut Timor," katanya.
MoU yang akan ditandatangani ini, kata Tanoni, hanya melakukan klarifikasi atas data-data klaim tim Indonesia yang dinilai tidak kredibel. Karena itu, tidak perlu ditandatangani. "MoU itu tidak perlu ditandatangani karena hanya ungkapkan data-data yang tidak kredibel," ujarnya.
MoU yang akan ditandatangani itu, yakni berupa Dana Bantuan Sosial (CSR) sebesar US$ 3 juta. "Nilai itu merupakan sebuah penghinaan terhadap rakyat Timor yang merasakan dampak pencemaran Laut Timor," katanya.
Diberitakan Tempo sebelumnya, penandatanganan MoU terkait pencemaran Laut Timor terancam mundur. Pasalnya, Pemerintah Indonesia dan perusahaan minyak dan gas asal Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP), masih berkeras pada pendiriannya masing-masing.
Executive Vice President PTTEP Luechai Wongsirasawad memaparkan pihaknya belum menemukan adanya bukti terjadinya pencemaran dan kerusakan sumber daya alam di teritorial laut Indonesia. "Sampai saat ini memang tidak ada kerusakan, kecuali Pemerintah Indonesia dapat memberikan bukti ilmiah terkait hal tersebut," katanya.
YOHANES SEO