TEMPO Interaktif, Cilacap - Sidang perdana kasus narkotik yang diduga melibatkan mantan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Nusakambangan, Marwan Adli, digelar hari ini. Ia didakwa dengan pasal berlapis dengan ancaman hukuman mencapai 20 tahun penjara.
“Terdakwa Marwan Adli pada bulan Oktober 2009 hingga 16 Februari 2011 telah melakukan permufakatan jahat dengan Hartoni Jaya Buana untuk melakukan tindak pidana narkotika,” ujar Jaksa Penuntut Umum Eko Bambang Marsudi dalam pembacaan dakwaannya di Pengadilan Negeri Cilacap, Selasa, 13 September 2011.
Marwan didakwa telah melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam surat dakwaan setebal 12 halaman, Jaksa menjerat laki-laki kelahiran Palembang, 3 Juli 1957 itu dengan Pasal 114 ayat (2) jo 132 ayat (1), Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan Pasal 112 ayat (2) junto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 atau Pasal 137 huruf b Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Terdakwa diancam dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp 5 miliar.
Keterlibatan Marwan dalam kasus ini yaitu diduga sebagai fasilitator bagi terpidana Hartoni. Marwan dituding melegalkan penggunaan telepon genggam dalam lembaga pemasyarakatan kepada Hartoni untuk mencari sabu.
Hartoni merupakan otak jaringan narkotik yang mengendalikan peredaran narkotik dari balik jeruji besi Nusakambangan. Jaringannya diduga hingga Amerika Latin. Bersama Marwan, ia menyamarkan penjualan narkotiknya dengan membuat peternakan sapi.
Selain Marwan, Hartoni dan beberapa sipir yang ikut memuluskan peredaran narkotik di dalam Nusakambangan juga ikut disidang secara bergantian. Mereka ditangkap oleh Badan Narkotika Nasional dalam sebuah operasi di Nusakambangan.
Marwan juga dijerat dengan pasal pencucian uang lantaran diduga menerima miliaran rupiah dari Hartoni atas keuntungan menjual narkotik. Sebagai imbalannya, Hartoni dibuatkan sebuah rumah lengkap dengan fasilitasnya di sebelah kandang sapi di dekat Lapas Narkotika.
Ditemui seusai persidangan, pengacara Marwan, Turaji, menyatakan keberatan dengan dakwaan Jaksa. “Kami keberatan karena dakwaannya tidak jelas alias kabur,” katanya.
Turaji mengatakan Marwan tidak pernah menjual narkotik kepada siapa pun dan tidak terlibat mengelola peredaran narkotik di penjara. Selain itu, kliennya juga tidak ikut memesan narkotik sehingga barang itu masuk dan beredar di sana. “Kami akan mengajukan eksepsi dalam persidangan selanjutnya,” katanya.
Sementara itu, Marwan tampak berang dengan dakwaan yang dibacakan Jaksa. “Saya keberatan dengan isi dakwaan Jaksa,” ujar Marwan sesaat sebelum masuk ke sel Pengadilan Negeri Cilacap.
Ia mengaku akan melawan dakwaan Jaksa pada persidangan selanjutnya. Meski demikian, ia menghormati proses hukum yang sedang dilaluinya itu.
ARIS ANDRIANTO