TEMPO Interaktif, Jakarta - Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) meminta Kejaksaan Agung memanggil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutanto dalam kasus kematian aktivis hak asasi manusia, Munir. Menurut mereka, ada indikasi Sutanto mengetahui keterlibatan BIN dalam pembunuhan Munir berdasarkan bocoran dari situs WikiLeaks.
Sekretaris Eksekutif KASUM Choirul Anam mengatakan kawat yang dirilis situs WikiLeaks bisa dipakai sebagai informasi awal. Choirul yakin informasi di kawat itu akurat. "Kejaksaan bisa memeriksa dan meminta kesaksian Sutanto, lalu menggunakannya sebagai novum agar bisa mengajukan peninjauan kembali," katanya.
Situs WikiLeaks baru-baru ini merilis dokumen rahasia dari Kedutaan Besar Amerika Serikat berkode 06JAKARTA9575 tanggal 28 Juli 2006. Salah satu dokumennya mengungkapkan pertemuan Duta Besar Lynn B. Pascoe dengan Sutanto saat masih menjabat Kepala Polri.
Pertemuan berupa jamuan makan siang itu juga dihadiri Wakil Kepala Kepolisian RI saat itu, yaitu Komisaris Jenderal Makbul Padmanegara, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Gories Mere, dan Komandan Densus 88 Bekto Suprapto.
Dalam pertemuan itu, menurut kawat tersebut, Sutanto mengungkapkan dugaan kuat BIN terlibat dalam pembunuhan Munir, tapi belum menemukan bukti yang kuat.
Sebelumnya, Mahkamah Agung sudah menolak kasasi yang diajukan Kejaksaan perihal vonis bebas yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas terdakwa bekas Wakil Direktur BIN, Muchdi Purwoprandjono, dalam kasus pembunuhan Munir.
Menurut Choirul, mestinya Kejaksaan tidak mengabaikan informasi ini karena sejalan dengan fakta-fakta kasus Muchdi. "Awal 2008, kasus pembunuhan Munir sudah mengarah ke Muchdi Pr. Lalu pertengahan 2008, Muchdi ditangkap dan dipidana," katanya.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam enggan menanggapi temuan dokumen tersebut. "Itu belum bisa saya jawab," katanya kemarin.
Menurut Anton, dokumen komunikasi kawat diplomatik itu tidak bisa diakui sebelum diperiksa kebenarannya. "Kalau WikiLeaks kan harus dicek dulu kebenarannya," katanya.
Jaksa Agung Basrief Arief sendiri beberapa hari lalu mengatakan Kejaksaan tak berwenang mengajukan peninjauan kembali untuk kasus Munir, khususnya untuk vonis pembebasan Muchdi. Pengajuan peninjauan kembali, kata dia, adalah hak terpidana atau ahli waris, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Sedangkan pengajuan oleh Kejaksaan masih menjadi perdebatan.
Munir ditemukan tewas dalam penerbangan dengan maskapai Garuda dari Jakarta ke Belanda pada 7 September 2004. Otopsi yang dilakukan otoritas Belanda menyatakan Munir meninggal akibat keracunan arsenik.
KARTIKA CANDRA | RIKY FERDIANTO