TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia membantah sejumlah terdakwa kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia telah memperoleh hak asimilasi sehingga bisa keluar rumah tahanan dan berbaur di masyarakat. “Setahu saya mereka belum dapat asimilasi karena hukuman yang mereka jalani belum sampai dua pertiga masa tahanan mereka. Tetapi, itu nanti Kepala Kantor Wilayah yang menentukan,” kata juru bicara Ditjen Pemasyarakatan, Akbar Hadi, ketika dihubungi, Selasa, 6 September 2011.
Hak asimilasi adalah hak seseorang narapidana untuk bisa bekerja di luar lembaga permasyarakatan sebagai proses kembali ke masyarakat. Biasanya, hak itu diperoleh narapidana setelah menjalani separuh masa hukuman penjara. Namun, usai kerja tiap malam narapidana tetap menginap di selnya kembali. Hak ini sering disalahgunakan narapidana "nakal" dan petugas yang bisa disogok.
Terkait dengan Panda Nababan, menurut Akbar, politikus PDIP tersebut bahkan belum berhak memperoleh hak narapidana karena masih menempuh proses banding di Pengadilan Tinggi DKI. “Jadi, statusnya Pak Panda belum narapidana dan belum memperoleh hak-haknya sebagai napi,” ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah terdakwa kasus suap cek pelawat dikabarkan mendapat hak asimilasi akhir bulan lalu. Di antaranya Panda Nababan dan Paskah Suzetta. Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Juni lalu, Paskah divonis satu tahun empat bulan dan Panda divonis satu tahun lima bulan karena terbukti menerima cek pelawat yang diduga terkait pemilihan DGS BI. Berbeda dengan Panda yang langsung menempuh jalur banding, Paskah memutuskan untuk menerima hukuman hakim.
ISMA SAVITRI