TEMPO Interaktif, Jakarta - Guru Besar Universitas Indonesia Emil Salim mengakui telah terjadi krisis tata kelola Universitas Indonesia. "Saya tertegun, selama beberapa hari terakhir menerima ratusan sms dan surat elektronik yang datang bertubi-tubi mengungkapkan keprihatinan terhadap buruknya tata kelola pimpinan universitas," ujarnya dalam orasi ilmiah di Dekanat Fakultas Ekonomi, Senin, 5 September 2011.
Bahkan, menurut Emil, tumbuh kekhawatiran orasi ilmiah yang digelar hari ini bisa dijadikan alat politik untuk menghantam dan menggoreng pemerintah. Kekhawatiran tersebut terlihat dalam ratusan pesan singkat dan surat elektronik.
Baca Juga:
Pesan-pesan tersebut menyampaikan keinginan agar ditegakkan manajemen yang transparan, akuntabilitas dalam pelaksanaan, partisipasi pemangku kepentingan, mekanisme check and balances dalam pengelolaan universitas dan tumbuhnya suasana kreativitas bebas dari rasa ketakutan untuk berbeda pendapat di Universitas Indonesia.
Ternyata kata Emil, pascakeputusan Mahkamah Konstitusi soal Badan Hukum Milik Negara, terjadi multitafsir tentang peraturan pemerintah yang mengatur penyelenggaraan pendidikan, yaitu PP No. 66 Tahun 2010.
Perbedaan tafsir tersebut terjadi antara Rektorat dengan penasihat hukumnya yang didukung Direktur Jenderal Pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional versus Majelis Wali Amanah, Dewan Guru Besar Universitas Indonesia, dan Dewan Guru Besar Hukum Universitas Indonesia.
Rektor, menurut Emil, telah mengubah organ di UI sesuai PP No.66 Tahun 2010 tanpa menunggu payung hukum tentang status UI maupun statuta UI yang menjadi landasan tata kelola.
Akhirnya, ia menguraikan, telah terjadi tidak dijalankannya mekanisme good governance dan check and balances. Buktinya adalah penetapan senat universitas dan berakhirnya masa tugas Dewan Guru Besar Universitas Indonesia.
Dewan Guru Besar sudah purna tugas per 24 Agustus 2011 sehingga hari ini tidak ada yang namanya guru besar
DIANING SARI