TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Gerakan Pemuda Ansor, Nusron Wahid, menyesalkan keputusan stasiun televisi SCTV membatalkan penayangan film ? karya sutradara Hanung Bramantyo. "Kalau yakin benar, mengapa membatalkan?" kata Nusron, saat dihubungi Tempo hari ini.
Rencananya SCTV akan menayangkan film ? pada malam takbiran. Tapi, kemarin, ratusan anggota Front Pembela Islam (FPI) menggeruduk kantor stasiun televisi itu di Jalan Asia Afrika, Jakarta.
FPI menolak penayangan film itu. Setelah berdialog, SCTV pun batal menayangkannya. "Pembatalan ini seakan-akan membuat mereka (FPI) jadi kelompok yang menang," kata Nusron.
Menurut Nusron, polisi seharusnya berani bertindak sesuai hukum. Jika SCTV tak melanggar prosedur, seharusnya polisi bisa meyakinkan pihak stasiun televisi untuk tetap menayangkan film itu.
"Sampai kapan dibiarkan? Hari ini menimpa SCTV, nanti menimpa yang lain. Hari ini film Hanung, lain hari film siapa lagi?" ujar Nusron.
Nusron sadar betul FPI memiliki hak konstitusional untuk menyampaikan aspirasi. Tapi menurutnya, keberatan FPI seharusnya disampaikan kepada Lembaga Sensor Film atau Komisi Penyiaran Indonesia. "Bukan dengan menggeruduk kantor SCTV," ujar dia.
Meski aksi massa FPI Sabtu lalu berjalan damai, Nusron berpendapat keputusan SCTV di bawah tekanan. "Yah, mereka (FPI) datang saja sudah tekanan," ucapnya.
Soal substansi film, Nusron yang mengaku sudah tiga kali menonton film itu mengatakan tak ada masalah. "Film itu biasa-biasa aja," kata dia.
Nusron mengakui keberatan soal penggambaran Banser (Barisan Ansor) dalam film tersebut. Namun, ia tak mempersoalkannya lantaran baginya film harus dilihat secara utuh, bukan sepotong-sepotong. "Film ini tentang toleransi," kata dia.
FPI, kata Nusron, tak perlu takut film ini bisa membuat penonton awam murtad. "Film ini, kan, pernah diputar di bioskop. Survei saja, apakah ada orang yang jadi murtad atau berkurang keimanannya setelah menonton film ini?" ujarnya.
MARTHA THERTINA