TEMPO Interaktif, Jakarta- Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, mengatakan pemerintah sedang menggagas untuk merevisi Undang Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Alasan Tifatul, langkah itu dilakukan untuk meningkatkan keseimbangan isi media atau berita.
"Revisi itu tetap akan menjamin kebebasan pers dan menciptakan kehidupan demokrasi yang lebih berkualitas," kata Tifatul usai mendampingi anggota Komite Penyiaran Indonesia (KPI) bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat, 22 Juli 2011.
Menurut Tifatul, pemerintah akan mengakomodasi keluhan KPI tentang perlunya penguatan peran melakukan kontrol dan pengawasan terhadap isi media. "Ada beberapa yang dipandang perlu oleh teman-teman KPI, seperti peraturan dan kewenangan yang masih multitafsir," kata Tifatul.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat bertemu dengan KPI, mengatakan bahwa rakyat harus mendapatkan informasi yang benar. "KPI, termasuk lembaga penyiaran, harus memastikan bahwa rakyat mendapatkan informasi yang layak dan benar," kata Presiden.
SBY menilai kehadiran KPI sama pentingnya dengan kehadiran undang-undang penyiaran. Jalan demokrasi yang dipilih oleh Indonesia, ujar SBY, mengharuskan kebebasan pers sebagai salah satu pilarnya tetap dijaga. "Kebebasan ini harus kita gunakan dengan tanggung jawab," ujar SBY.
SBY berharap KPI berperan dalam menjaga agar demokrasi terus mekar, tumbuh makin baik, sehat, dan bermartabat. Beberapa catatan Presiden, undang-undang telah mengamanatkan bahwa KPI harus mengawasi perilaku penyiaran di Indonesia. "Ciri utama dalam kematangan kehidupan berdemokrasi, media massa, dan penyiaran adalah seimbang," kata SBY.
Dalam revisi Undang Undang tentang penyiaran, Ketua Komite Penyiaran Indonesia Pusat Dadang Rahmat Hidayat berharap hal ini dijadikan momentum menguatkan lembaga KPI agar menjadi representasi kepentingan publik. Pengurus KPI juga mendiskusikan mengenai kecenderungan monopoli kepemilikan lembaga penyiaran. Pada prinsipnya, kata Dadang, kepemilikan media harus dibatasi, apalagi jika ada kecenderungan monopoli.
"Hanya antara kebijakan negara dan kebijakan pasar harus dicari titik tengahnya, dengan begitu industri bisa berkembang, tetapi kepentingan publik dan negara tidak diabaikan," kata Dadang.
EKO ARI WIBOWO