TEMPO Interaktif, Jakarta - Pidato Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, yang meragukan proses jurnalistik melalui sarana komunikasi menuai sorotan dari sejumlah kalangan pers. Anggota Dewan Pers Uni Lubis menilai pidato Yudhoyono berlebihan. “Berita yang berasal dari SMS dan BBM itu sah-sah saja,” ujarnya, 11 Juli 2011.
Menurut Uni, era digital merupakan era di mana informasi bisa berseliweran dari berbagai sumber. Tidak terkecuali dari SMS, BBM, twitter, atau surat elektronik. Hanya saja, kata dia, semua fakta itu mesti dikemas dengan berpedoman pada kode etik jurnalistik. “Tentunya harus diverifikasi sebelum diberitakan,” ujarnya.
Pidato disampaikan SBY malam tadi di kediamannya, Puri Cikeas. Pidato ia sampaikan menyusul kisruh di internal partai yang menyorot dugaan keterlibatan sejumlah kader partai. Dalam pidatonya, SBY sempat mengkritik maraknya pemberitaan yang berasal dari SMS dan BBM. Model kerja jurnalistik seperti itu ia nilai di luar logika dan akal sehat.
Ia juga mengakui adanya persoalan kredibilitas dalam model jurnalistik tersebut. Bahwa bisa saja informasi tersebut disampaikan oleh orang yang bukan pemilik telepon. Namun hal itu adalah fakta yang lain sejauh seorang jurnalis meyakini bahwa nomor telepon berasal dari yang bersangkutan. ”Karena kebenaran jurnalistik bukanlah kebenaran hukum,” ujarnya.
Menurut Uni, konflik yang berada dalam internal partai Demokrat tidaklah bisa disalahkan kepada media. Itu karena media mengemban fungsi kontrol sosial. Dan kontrol itu tidak hanya berlaku pada Partai Demokrat semata. “Saya kira Demokrat tidak perlu merasa sebagai satu-satunya korban. Karena media juga mengkritik semua partai,” ujarnya.
Sorotan juga disampaikan Ketua Aliansi Jurnalis Independen, Nezar Patria. Menurut dia, sorotan terhadap partai Demokrat merupakan hal yang wajar lantaran Demokrat merupakan partai pemenang pemilu. “Publik merasa perlu menagih janji Demokrat sebagai partai yang mengklaim menolak korupsi,” ujarnya.
RIKY FERDIANTO