TEMPO Interaktif, Jakarta - Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, menyatakan vonis kepada Agus Condro menjadi pesan negatif buat publik. "Hakim lupa melihat konteks makro dalam agenda pemberantasan korupsi," kata Donal, Jumat, 17 Juni 2011.
Hakim seharusnya melihat posisi Agus sebagai whistle blower dalam kasus cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom, sebagai hal meringankan. Namun dalam pertimbangan amar putusan hakim tidak melihat poin tersebut. "Nanti publik melihat itu sebagai pesan negatif kalau ternyata pelaku pelapor dan yang sekedar pelapor ternyata sama saja hukumannya," kata Donal.
Meskipun begitu menurut Donal, Agus Condro tetap harus mendapatkan hukuman. Karena dia tidak hanya berstatus sebagai pelapor saja tapi juga turut serta melakukan tindak pidana korupsi. "Dari UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi meskipun dia mengakui dan mengembalikan uangnya tetap tidak menghapus kesalahannya," kata Donal.
Politikus PDI Perjuangan Agus Condro, Kamis, 16 Juni 2011 kemarin, dijatuhi hukuman 1 tahun dan 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor untuk kasus yang juga menjerat puluhan politikus lainnya. Putusan yang diterima hanya berbeda 2 bulan kurang dari terdakwa lainnya.
Agus menerima putusan itu, tapi kecewa karena hukumannya sama dengan terdakwa lainnya. "Kekecewaaan bukan bukan untuk diri saya, tapi apakah nanti akan ada lagi orang yang mau melaporkan kasus korupsi bila si pelapor ikut terlibat di dalamnya," kata Agus.
Oleh majelis hakim, Agus dinyatakan terbukti melanggar pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No.20 Tahun 2001). Sebagai penyelenggara negara, Agus terbukti menerima hadiah atau janji karena jabatannya sebagai anggota Komisi Keuangan dan Perbankan periode 1999-2004. Hadiah itu berupa cek pelawat yang masing-masing menerima 10 lembar cek Bank International Indonesia dengan nominal Rp 500 juta.
RIRIN AGUSTIA