TEMPO Interaktif, Jakarta - Raibnya M. Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, menjatuhkan tingkat elektabilitas Partai Demokrat. Berdasarkan data Lingkaran Survei Indonesia (LSI), kasus suap Wisma Atlet SEA Games XXVI Jakabaring Palembang ini menyebabkan elektabilitas Partai Demokrat turun sebesar lima persen.
Berdasarkan survei pada 1-7 Juni 2011, elektabilitas Demokrat sebesar 15,5 persen. Padahal, sebelumnya, pada survei bulan Januari, masih berada di angka 20,5 persen. "Angka penurunannya signifikan," kata pentolan LSI, Denny JA, dalam paparan Analisis Survei Nasional Lingkaran Survei Indonesia Juni 2011 di Jakarta, Ahad, 12 Juni 2011.
Nazaruddin diduga terlibat dalam kasus korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games XXVI. Mindo Rosalina Manullang, tersangka dalam kasus ini, menyebut Nazaruddin menerima succes fee sebesar Rp 25 milyar dari proyek sebesar Rp 191 milyar ini.
Dalam paparan berjudul "Blunder Politik Demokrat: Kasus Nazaruddin dan Perubahan Dukungan Partai" ini, Denny mengatakan kasus Nazaruddin telah mendorong elektabilitas Partai Demokrat ke tingkat terendah sejak 2009. Dalam Pemilu 2009, Demokrat mengantongi suara sebesar 20,85 persen. "Ini titik terendah Partai Demokrat," kata Denny.
Menurut Denny, publik sejauh ini menilai Partai Demokrat tak becus menangani kasus ini. Bahkan, kasus ini banyak menimbulkan drama yang membuat bola semakin liar menghantam Partai Demokrat. "Dengan Nazaruddin lari ke luar negeri, muncul sms gelap, isu adanya Mister A, semakin membuat drama-drama itu merugikan Partai Demokrat sendiri," kata Denny.
Kegagalan Partai Demokrat membawa pulang Nazaruddin dan perintah Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang seperti tak didengar semakin membuat kasus ini dramatis. "Hasilnya, 41,2 persen masyarakat menyatakan Partai Demokrat kurang tegas menangani kasus ini, sedangkan 22,6 persen menyatakan Demokrat tegas," kata Denny.
Dalam survei dengan 1.200 responden di seluruh Indonesia itu, 42,4 persen masyarakat menyatakan kasus korupsi menjadi bahan pertimbangan mereka dalam memilih atau tidak memilih Partai Demokrat. Sebanyak 10,9 persen menyatakan tidak menjadi pertimbangan.
FEBRIYAN