Menurutnya, tindakan tersebut jelas menunjukkan peran dan keterlibatan oknum TNI dalam pembalakan liar di Riau dan mungkin terjadi pula di berbagai daerah lainnya. Ia berpendapat langkah itu mempertontonkan arogansi TNI yang seolah bisa melakukan apa saja, bahkan tidak menghargai institusi kepolisian sebagai penegak hukum.
Oslan mengatakan penyerangan itu tergolong tiga tindak pidana sekaligus. Yakni upaya menghalang-halangi proses hukum, yang melanggar pasal 216 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP); menyerang aparat hukum yang sedang bertugas; serta perusakan dan penganiayaan, melanggar pasal 340 KUHP.
Tindakan aparat TNI tersebut juga nyata melanggar UU No. 34/2004 tentang TNI. Sebab, praktek-bisnis militer maupun jasa pengamanan terutama pada kegiatan ilegal merupakan tindakan yang sangat mencoreng TNI. "Para pelaku selayaknya mendapatkan hukuman pemecatan dari TNI," tuturnya.
Ia menambahkan, selain menunjukkan gagalnya reformasi TNI, tindakan tersebut menggambarkan keterlibatan aparat TNI dalam perusakan hutan di Indonesia khususnya di daerah Riau.
WALHI mendesak pemerintah bertindak tegas, serta TNI didorong bersungguh-sungguh menjalankan reformasi di tubuhnya, dan tidak lagi terlibat melindungi pengusaha yang merusak lingkungan.
Peristiwa ini bermula dari penangkapan dua truk bermuatan kayu alam tanpa dokumen resmi yang diduga hasil pembalakan liar pada Rabu, 11 Mei lalu. Selain menahan barang bukti, polisi juga menahan Anis Mardi yang diduga pemilik kayu tersebut.
Selang lima hari kemudian, atau Senin, 16 Mei sekitar pukul 18.30 WIB, sejumlah orang berambut cepak berpakaian preman yang mengaku TNI mendatangi kantor Polsek Kampar. Lantas, mereka meminta kunci sel secara paksa lalu membawa sopir truk tersebut bersama kunci sel.
BUNGA MANGGIASIH