Usamah Bin Ladin merupakan pemimpin jaringan teroris Al-Qaidah yang tewas oleh tentara Amerika Serikat di Abbottabad, Pakistan, Ahad lalu. Sementara Abdullah Azzam dikenal luas sebagai mentor Usamah.
Dalam diskusi publik Indonesiana yang digelar Tempo Institute bertema "Mengupas Radikalisme di Sekitar Kita", Ansyaad menceritakan hasil pembicaraannya dengan Pepi. Dia mengungkapkan, para pelaku teror generasi baru, seperti Pepi, tidak lagi mengidolakan para ulama yang berpandangan moderat.
Soalnya, ”Para ulama moderat dianggap gagal mewujudkan syariah Islam dan mendirikan negara Islam,” terangnya. Para pelaku teror generasi baru lebih mengidolakan tokoh yang dianggap berbuat konkret di medan jihad, misalnya Usamah.
Pepi ditangkap pada 28 April lalu di Aceh. Penangkapan itu merupakan pengembangan penyidikan polisi setelah menangkap tersangka paket bom buku di Pondok Kopi, Jakarta. Ansyaad mengatakan, Pepi memiliki alasan dengan tindakannya mengirim bom paket buku.
Misalnya, paket bom buku yang dikirim ke tokoh Jaringan Islam Liberal, Ulil Abshar-Abdalla. Ini karena Ulil dianggap tokoh yang menyimpang dari Islam. Adapun paket bom buku ke Ketua Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Gories Mere karena dia dianggap orang yang menangkap para tersangka teroris.
Perihal rencana aksi bom di Serpong, Ansyaad menjelaskan, Pepi ingin mengetahui kekuatan paket bom pipa rakitannya yang diletakkan di dekat jalur pipa gas. ”Dia hanya ngetes apakah pipa (gas) itu meledak atau tidak,” katanya. ”Jika (pipa) tidak bisa menahan ledakan, berarti (bom) bisa menghancurkan gedung.”
Sejumlah tokoh hadir dalam diskusi itu. Di antaranya, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan dan Koordinator Staf Ahli Kepala Polri Inspektur Jenderal Badrodin Haiti. Anies mengatakan, munculnya radikalisme dan ekstremisme salah satunya disebabkan pupusnya harapan. ”Itu berpadu dengan rasa ketidakadilan sehingga akan menimbulkan frustrasi dan berpotensi berwujud kekerasan,” ujarnya.
Adapun Badrodin mengatakan, radikalisme harus ditangkal lewat dua cara, yakni cara halus dan cara keras.Penanganan lewat cara halus, yakni dengan deradikalisasi. Sementara cara keras, yaitu dengan operasi kepolisian hingga proses pengadilan.
Menurut Badrodin, meski para pelaku teror tertekan oleh kesiagaan aparat, ideologi mereka masih berjalan. Perekrutan masih terjadi dan dilakukan dalam kelompok kecil. “Bukan di tempat-tempat terbuka,” tegasnya. Polisi, kata Badrodin, membutuhkan partisipasi masyarakat agar akar masalah dapat diselesaikan.
MAHARDIKA | SUKMA