Dalam kesaksiannya, Oka Mahendra, konsultan dan analis di Lembaga Konsultasi Jaminan Sosial Martabat ini, menilai pemerintah lebih suka melaksanakan program bantuan sosial daripada membangun sistem jaminan sosial. Bantuan sosial tersebut, kata Oka, terkesan sebagai bentuk 'kemurahan hati' penguasa kepada rakyat miskin. Seringnya bantuan ini dijalankan menjelang pemilu, menurut Oka, juga mengesankan muatan politis dalam bantuan tersebut. "Rakyat jadi komoditas politik menjelang pemilu," kata Oka.
Oka juga menilai lemah komitmen pemerintah dan pembuat kebijakan untuk melaksanakan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Amanat UU SJSN tentang pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) melalui undang-undang masih dibahas di DPR, tapi terancam dead lock.
Amanat UU SJSN tentang pembentukan 11 Peraturan Pemerintah dan 10 Peraturan Presiden, menurut Oka, juga masih tersendat. Sejauh ini, menurutnya, hanya ada dua pasal yang terealisasi, yaitu Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2008 tentang organisasi Dewan Jaminan Sosial Nasional dan Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2008 tentang Pengangkatan Ketua dan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Tersendatnya pembentukan peraturan pelaksanaan membuat UU SJSN ibarat tubuh tanpa kaki dan tangan. "Ya bagaimana bisa berjalan kalau tidak ada peraturan-peraturan pelaksanaannya," kata dia. "Seluruh komponen sistem harus dibangun, supaya berjalan utuh."
Oka yang pernah menjabat sebagai Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM ini memandang sikap pemerintah dan pembuat kebijakan tersebut merugikan hak rakyat atas jaminan sosial seperti yang tertulis dalam Pasal 28H ayat (3) UUD 1945. "Jaminan sosial itu hak setiap orang," kata Oka. "Kalau dia (pemerintah) tidak jalankan ya dia melanggar konstitusi."
Sampai saat ini, menurut Oka, masih banyak masyarakat belum tersentuh program jaminan sosial. Buruh belum memiliki jaminan pensiun; pegawai negeri sipil tak masuk dalam program jaminan kecelakaan kerja; petani, nelayan, tukang sayur, tukang ojek dan mereka yang bekerja tidak dalam hubungan kerja belum menjadi peserta program jaminan sosial; dan masih ada sekitar 100 juta jiwa, pekerja di sektor formal dan informal, yang belum memperoleh jaminan kesehatan.
MARTHA RUTH THERTINA