TEMPO Interaktif, Jakarta - Daerah-daerah otonomi hasil pemekaran yang dianggap tidak berprestasi bisa dihapus atau digabungkan dengan daerah induk. "Penggabungan dilakukan jika dalam tiga tahun berturut-turut prestasi daerah itu tidak juga membaik," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, di Jakarta, Selasa 19 April 2011.
Sebab menurut Djohermansyah, sesuai Undang-undang 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah hal itu dimungkinkan. Meski pada prakteknya akan memakan waktu yang lama karena penetapan daerah otonomi dilakukan dengan undang-undang.
Djohermansyah mengatakan pekan depan kementerian akan mengumumkan hasil evaluasi daerah otonomi hasil pemekaran (EDOHP). Pemerintah berencana mengumumkan hasil evaluasi tiap tahun. Daerah dengan penilaian rendah akan mendapat pembinaan.
Tetapi jika sampai tiga tahun ke depan disimpulkan daerah ini tidak bisa otonom dan mandiri, status sebagai daerah otonomi bisa dicabut.
Saat ini terdapat 205 daerah otonomi baru, terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten dan 34 kota. Penilaian evaluasi meliputi 33 kategori, diantaranya tata kelola pemerintahan publik, daya saing daerah, pengelolaan keuangan daerah dan lainnya.
Kementerian melibatkan ahli otonomi daerah dari beberapa perguruan tinggi terkemuka, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD).
Selain itu daerah otonomi juga dinilai berdasarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang mencakup 30 persen dari porsi penilaian, pelayanan publik (25 persen), daya saing (25 persen) dan tata kelola pemerintahan (20 persen).
KARTIKA CANDRA