Sejumlah hakim berencana berunjuk rasa di Istana Presiden jika kesejahteraan mereka tak digubris pemerintah. Melalui grup yang digalang lewat Facebook, sejumlah hakim yang diketuai Andi Nurvita menghimpun dukungan untuk aksi tersebut. Hingga kini belum bisa dipastikan, kapan aksi akan digelar. Sementara pekan lalu, lima hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi di Surabaya, mendatangi Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, menuntut gaji mereka yang empat bulan belum dibayarkan.
Menurut Hasril, apa yang sudah dituntut dan dilakukan sejumlah hakim adalah suatu hal yang ironi. "Sebagai pejabat negara, nasibnya tidak diperjuangkan," papar dia.
Padahal tanggung jawab dan kewajiban seorang hakim penuh resiko baik pribadi maupun keluarga. Sehingga tidak bisa dibilang, kalau memilih profesi hakim, harus menerima apa yang sudah diberikan oleh negara. "Itu sama saja dengan pernyataan orang yang tinggal di pinggir laut, beresiko kena tsunami," kata Hasril.
Profesi seorang hakim, Ia menjelaskan, dibutuhkan tidak hanya untuk dirinya sendiri, melainkan masyarakat dan negara. Sebagai pemutus perkara, pemerintah harus menjamin kesejahteraan hakim demi keadilan dan penegakan hukum yang bebas intervensi.
Tapi, Hasril mengingatkan, peningkatan kesejahteraan hakim, juga harus diiringi dengan profesionalitasnya. "Hakim harus mau diawasi, diaudit," ujar dia.
Baca Juga:
Soalnya tanpa profesionalisme dan transparansi, peluang korupsi terbuka lebar bagi aparat penegak hukum. Ia mencontohkan, masalah uang perkara yang dijatah bagi tiap kasus yang disidik Kepolisian dan Kejaksaan. Karena nominalnya kecil, maka sangat potensial menjadi modus korupsi kepada korban maupun tersangka kejahatan.
DIANING SARI