TEMPO Interaktif, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan pemerintah akan menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan terkait adanya kerugian negara sebesar Rp 3,87 triliun dan US$ 156,43 juta. Kerugian itu berasal dari ketidakpatuhan dan kekurangan penerimaan negara.
"Pemerintah akan menindaklanjuti apa yang dilakukan BPK apakah itu penyimpangan hukum sehingga terjadi kerugian negara, maka harus diproses secara hukum," kata Presiden SBY dalam pernyataan pers seusai menerima Ikhtisar Hasil Pemeriksaan semester II tahun 2010 yang disampaikan Ketua BPK, Hadi Purnomo, di Kantor Kepresidenan, Senin 11 April 2011.
Yudhoyono menyatakan tindaklanjut dari temuan itu akan dilihat, apakah akan dibawa secara hukum atau sebatas penyimpangan administrasi. "Setelah saya terima laporan ini ada proses di dalam pemerintahan sendiri untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan itu," katanya.
Ia mengaku sempat bertukar pikiran dengan BPK untuk melakukan efisiensi dan optimasi anggaran. Dalam hal ini dari sisi pengawasan anggaran negara dan peningkatan kinerja pemerintah maupun pembangunan yang berkaitan dengan akuntabilitas keuangan.
Dari temuan itu, Ketua BPK Hadi Purnomo menjelaskan, kerugian negara senilai Rp 104,1 miliar dan US$ 10,5 juta telah ditindaklanjuti oleh instansi yang diperiksa. Menurutnya, instasi tersebut telah menyetorkan ke kas negara atau daerah selama proses pemeriksaan.
Temuan kerugian ini berasal dari pemeriksaan sebanyak 734 objek pemeriksaan dengan 6.355 kasus . Rinciannya, 159 objek pemeriksaan keuangan, 147 objek pemeriksaan kinerja dan 428 objek pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Nilai total objek pemeriksaan itu sebesar Rp 6,46 triliun dan US$ 156,43 juta.
Sejumlah materi yang menjadi sorotan, yaitu berkaitan dengan TKI, haji, pertambangan batubara dan penggunaan anggaran Otonomi Khusus Papua. Berkaitan dengan TKI dan haji, pemerintah telah membentuk tim terpadu.
Sedangkan soal pertambangan batubara, Yudhoyono menegaskan agar pertambangan harus memenuhi standar lingkungan dan memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat. "Temuan atau Hapsem BPK akan kita satukan untuk menetapkan policy. Yang penting usaha batubara itu memenuhi aturan lingkungan dan kaidan usaha yang benar," katanya.
BPK juga menyoroti tentang pembangunan infrasruktur terutama sisi keuangan dan penggunaan anggaran. Hal ini dalam optimalisasi keuangan negara anggaran negara yang disalurkan ke kementerian,
lembaga daerah dalam rangka pembangunan infrastruktur. "Kita betul-betul memberantas yang namanya mark up entah itu belanja modal, belanja barang," katanya.
Sedangkan soal Otonomi Khusus Papua, Presiden mengingatkan penggunaanya harus dengan rasio yang tepat di kabupaten/kota. Selain itu, penggunaannya juga harus tertib administrasi dan akuntabel. Misalnya, juga dalam tender proyek pembangunan harus sesuai dengan syaratnya.
EKO ARI WIBOWO