TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan tidak tahu harus melakukan tindakan apa lagi terkait masalah susu formula tercemar bakteri. "Saya juga bingung, yang bisa saya lakukan adalah melakukan pemeriksaan ulang," ujarnya ketika ditemui di kantor Kementerian Kesehatan, Sabtu 26 Februari 2011.
Kementerian Kesehatan, kata Endang, juga telah menyerahkan persoalan hukum soal susu formula tercemar bakteri ini kepada Jaksa Agung. Langkah selanjutnya, sepenuhnya diserahkan kepada Jaksa Agung. "Karena mau bagaimana lagi, saya tidak punya datanya."
Menurut Endang, penelitian ulang susu formula yang akan dilakukan oleh kementeriannya, Badan Pengawas Obat dan Makanan serta Institut Pertanian Bogor, masih dalam tahap pembuatan proposal penelitian. Uji ulang itu dilakukan untuk menenangkan masyarakat, bahwa susu formula yang beredar di pasaran saat ini sudah aman untuk dikonsumsi.
Kasus ini bermula ketika IPB mengungkapkan hasil penelitiannya pada Februari 2008. Sebanyak 22,73 persen susu formula dan makanan bayi mengandung Enterobacter sakazakii. Bakteri ini berbahaya bagi organ tubuh seperti pembuluh darah, selaput otak, saraf tulang belakang, limpa, dan usus bayi.
Penelitian tersebut dilakukan selama 3 tahun terhadap 22 sampel susu yang mengandung bakteri Enterobacter sakazakii antara tahun 2003-2006. Penelitian dilakukan terhadap tikus yang diinfeksi enterobacter. Hasilnya tikus itu mengidap enteritis (peradangan saluran pencernaan), sepsis (infeksi peredaran darah) dan meningitis (infeksi pada lapisan urat saraf tulang belakang dan otak).
Sejumlah pihak pun mendesak Kementerian Kesehatan, BPOM dan IPB mengumumkan susu formula yang tercemar itu. Namun, ketiganya menolak dengan beberapa alasan antara lain pertimbangan etika, penelitian belum teruji pada manusia tetapi pada tikus, dan belum ditemukan kasus bayi yang terinfeksi enterobacter setelah mengkonsumsi susu.
Akhirnya, pengacara David M.L. Tobing menggugat Institut Pertanian Bogor, Badan POM, dan Menteri Kesehatan untuk mengumumkan penelitian di Pengadilan Negeri Pusat pada Maret 2008. Sebagai seorang ayah, David resah, sebab kedua anaknya mengkonsumsi susu formula. Pengadilan mengabulkan permohonan David pada Agustus 2008 agar pihak tergugat mengumumkan susu yang tercemar. Namun ketiga pihak tergugat mengajukan banding.
Pihak tergugat kembali kalah di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri. Badan POM, IPB dan Kementerian Kesehatan lalu mengajukan kasasi. Pada 26 April 2010, Mahkamah Agung memutuskan tiga pihak harus mengumumkan seluruh merek susu formula melalui media massa yang memuat informasi detil dan transparan.
RIRIN AGUSTIA