Dipimpin ketua majelis hakim Ali Makki, sidang dengan terdakwa bekas Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) Rahmat Hidayat, mengagendakan pemeriksaan saksi.
Empat petinggi DPP PDI Perjuangan hadir dalam persidangan tersebut. Mereka adalah Puan Maharani, Effendi Simbolon, Trimedia Panjaitan, dan Hasto Kristoyo. Adapun Rahmat Hidayat yang duduk di kursi terdakwa adalah Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan NTB.
Rahmat Hidayat didakwa terlibat tindak pidana korupsi senilai Rp 12,733 miliar. Kasus itu terjadi sewaktu dia menjadi Wakil Ketua DPRD NTB periode 1999-2004.
Rupanya keberadaan para petinggi DPP PDI Perjuangan tersebut dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR-RI. Mereka berkunjung ke Mataram berkaitan dengan kegiatan jaring aspirasi.
Selama sekitar empat jam para petinggi PDI Perjuangan itu tekun mengikuti jalannya persidangan.
Jaksa Penuntut Umum Sugiyanto, ternyata memanfaatkan kehadiran para petinggi PDI Perjuangan itu untuk mencurahkan isi hati alias curhat.
Dalam forum persidangan resmi yang biasa disebut sebagai forum yang terhormat tersebut, semestinya dimanfaatkan seutuhnya untuk kepentingan persidangan demi mempertahankan dakwaannya.
Salah seorang saksi yang dihadirkan dalam persidangan adalah Achmad Taqiuddin Mansyur, bekas anggota Panitia Anggaran DPRD NTB.
Alih-alih mengorek keterangan saksi, Sugiyanto yang juga Kepala Humas Kejaksaan Tinggi NTB, malah ’ngoceh’ tentang gajinya sebagai jaksa.
Secara panjang lebar Sugiyanto berceloteh. Masa kerjanya sebagai jaksa sudah 30 tahun, dan bertugas sejak 1981. Dia telah berada di NTB selama 14 tahun. Namun gajinya hanya sekitar Rp 2 juta dan tunjangan Rp 1,25 juta.
Meski merangkap sebagai Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi NTB, dia tidak mendapatkan tambahan tunjangan karena dikejaksaan tidak boleh ada tunjangan karena merangkap jabatan.
”Saya tidak tedeng aling-aling, karena itu saya nitip curhat ini kepada Mbak Puan. Mudah-mudahan kehadirannya di tempat ini membawa berkah. Kehadiran Mbak Puan juga untuk menjaring aspirasi konstituennya,’’ ujarnya. Sugiyanto juga menyebut Puan sebagai figur yang ramai digadang sebagai calon presiden pada pemiilu tahun 2014.
Sugiyanto bahkan mengingatkan Ali Makki sebagai ketua majelis hakim untuk tidak memotong kesempatannya untuk bercurhat.
Menurutnya, sistim remunerasi untuk jaksa tidak jelas. Padahal yang lain, seperti TNI sudah ada. Sugiyanto pun mengeluhkan gajinya yang kecil.
Ali Makki seharusnya menegur Sugiyanto karena menyalahgunakan jalannya persidangan. Namun, ternyata Ali Makki juga tertarik untuk ikut curhat.
Ali Makki yang juga Ketua Pengadilan Negeri Mataram mengungkapkan bahwa hakim seperti dirinya yang setara jenderal, karena golongan pangkatnya IV C, hanya mendapatkan gaji Rp 6 juta. ‘’Kalau gaji kecil, kan tidak mungkin bisa main golf. Cukup main tenis saja,’’ ucapnya.
Puan Maharani yang dikonfirmasi seusai sidang mengatakan, sudah sewajarnya sebagai wakil rakyat akan memperjuangkan keinginan perbaikan penghasilan jaksa dan hakim. ”Insya Allah, para penegak hukum sudah seharusnya mendapatkan peningkatan kesejahteraan sebagai penghargaan negara,” tuturnya.
Trimedya Panjaitan pun menyebutkan sudah dilakukan proses perbaikan penghasilan para jaksa. Diakuinya, memang sudah dilakukan peningkatan tetapi masih jauh dari harapan mereka. ”(Remunerasi) Kejaksaan memang belum. Tetap kami perhatikan,” katanya.
Puan Maharani mengakui kehadirannya bersama para petinggi DPP PDI Perjuangan untuk memberikan dukungan moril terhadap Rachmat Hidayat yang disebutnya tidak bersalah.
Puan berharap penegakan hukum terhadap Rachmat Hidayat berjalan sebagaimana mestinya. ”Insyaalllah, kami berkeyakinan Pak Rachmat diberikan keadilan dan divonis bebas murni sesuai fakta persidangan,” katanya.
Penasehat hukum Rachmat Hidayat, Sirra Prayuna mengaku surprise tentang kedatangan para petinggi DPP PDI Perjuangan itu. ”Ini sebagai wujud kepedulian dan empatinya terhadap permasalahan yang dihadapi kadernya.” SUPRIYANTHO KHAFID.