Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sinta Nuriyah: Gus Dur Takut Negara Ini Pecah  

image-gnews
Shinta Nuriyah Wahid. TEMPO/Arnold Simanjuntak
Shinta Nuriyah Wahid. TEMPO/Arnold Simanjuntak
Iklan
TEMPO Interaktif, JAKARTA - Pada 30 Desember ini, tepat setahun Presiden RI Ke-4, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur wafat. Peringatan hari wafatnya---haul---digelar di berbagai tempat. Dua yang terbesar diadakan di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang dan di kediaman Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan. “Itu sudah diusulkan sejak 40 hari wafatnya Gus Dur,”kata Sinta Nuriyah, istri pendekar pluralisme itu.

Sinta menjelaskan, hingga sekarang ia masih susah menceritakan saat-saat terakhir terakhir Gus Dur. “Sebenarnya saya masih sakit sekali,” ujarnya kepada Istiqomatul Hayati, Akbar Tri Kurniawan, dan fotografer Arnold Simanjuntak dari Tempo pada Rabu lalu di kediamannya yang permai. 

Menurut Sinta, ia merindukan perhatian suaminya yang acap menelepon menanyakan keberadaannya jika tak sedang bersama Gus Dur. “Makanya saya nggak berani ke depan (masjid), pasti nggak kuat, karena Mas Dur itu suka diam di sana.” ujar perempuan 62 tahun itu yang mengungkapkan juga tekadnya untuk meneruskan cita-cita Gus Dur menjaga pluralitas negeri ini. 

Di mana saja acara setahun haul Gus Dur?
Banyak sekali yang memperingati satu tahun wafatnya Gus Dur tidak hanya di kalangan muslim. Ada kalangan Cina Buddha dalam bentuk tribute di Klenteng. Ada yang bilang ke saya setiap Kebaktian (Warga Nasrani) mereka selalu mendoakan Gus Dur. Yang kecil-kecil saya tidak begitu tahu. (Juga diadakan) Di Cilacap, Demak, dan Kirun (pelawak) mengadakan (haul) di Madiun. Saya tidak bisa datang semua, yang besar-besar laporan ke saya (mengadakan haul), tapi yang kecil tidak. Ada anggota keluarga yang hadir.

Kenapa tidak dipusatkan saja?
Di pesantren Tebu Ireng (haul diadakan dengan) mengambil kalender Hijriah sedangkan di sini (Ciganjur) Masehi. Biar tidak bareng dan tidak membingungkan serta bisa dihadiri semua. Ini sudah diusulkan sejak 40 hari wafatnya Gus Dur.

Apa saja acara haul di Ciganjur?
Yang di sini haul diadakan selama dua hari, 29 dan 30 Desember. Tanggal 29 pagi hingga malam ada bursa buku. Buku-buku yang ada (bercerita) tentang Gus Dur. Ada pernak-pernik bergambar Gus Dur, ada juga bazar makanan-makanan kesukaan Gus Dur. Makanannya kesukaan Gus Dur banyak meski banyak pantangannya tapi tetap saja (dilanggar). Misalkan beliau suka jeroan, kepala ikan, yang bersantan (tertawa). Ada festival marawis dan pertunjukan barongsai. Tanggal 30 pagi ada khataman Al Quran di rumah. Di masjid depan rumah ada seminar 'Menapak Jejak, Menata Masa Depan. Jadi jangan menapaki jejak pemikiran Gus Dur saja, harus dilanjutkan dengan diimplementasikan ke masa depan. Ada panggung kecil untuk doa lintas agama dan tahlil akbar. Malamnya ada ziarah budaya. Para seniman siapa saja bisa mengekspresikan karyanya tentang Gus Dur.

Ada acara nonton bareng pertandingan final sepakbola Timnas melawan Malaysia?
Ya. Kami akan pasang layar lebar untuk nonton bareng, biar orang tidak kemrungsung (tergesa-gesa, ingin cepat selesai). Gus Dur kan juga suka sepak bola. Ada orang yang bilang, Gus Dur iki pancen wali, ini kok pas sekali, ini satu tahun pertama kok ya tepat ada final Timnas Indonesia.

Tradisi apa yang dilakukan Gus Dur dan sekarang Anda teruskan?
Kalau yang ringan, Bapak itu selalu mendengarkan lagu, wayang kulit, mendengar pidato tokoh-tokoh besar seperti Harry Truman. Kalau saya sudah tidak sempat melakukan ini.

Banyak yang dicontohkan beliau. Misalkan sikap demokratis kepada anak-anak. Sikap pluralisme kita jaga. Dan sampai sekarang saya dan anak-anak masih konsen dengan isu ini. Sejak dulu ketika di Istana Negara saya mulai melakukan sahur berkeliling bersama kaum dhuafa, kaum terpinggirkan. Poin utamanya adalah saya mengajak seluruh agama dan suku yang ada di Indonesia untuk menyelenggarakan sahur membantu orang Islam menjalankan ibadahnya dengan baik.

Pendapat Anda terhadap mereka yang menentang upaya orang non-muslim yang menyelenggarakan sahur ini?
Sebenarnya sahur bersama oleh mereka (warga non-muslim) tidak apa-apa. Saya juga sering sahurnya di halaman gereja, Klenteng. Selama kita tidak mengikuti kebaktian mereka tidak ada masalah. Jadi yang menentang itu salah. Apalagi jika kita mengacu pada Piagam Madinah, Nabi itu menyuruh kita hidup rukun dan damai, berdampingan dengan semua manusia tanpa membedakan suku, agama, budaya, negara dan sebagainya. Justru kita harus melindungi kaum minoritas. Waktu saya menyelenggarakan sahur bersama di Demak juga ditanya ini. Padahal di Jakarta yang melakukan sahur bersama justru Majelis Tinggi Konghucu Indonesia (Matakin). Di Surabaya Romo Eko, di Bandung Romo Dedi.

Apakah Gus Dur mengungkapkan kegusarannya melihat gejala seperti itu?
Bukan gusar, tapi prihatin. Yang paling memprihatinkan Gus Dur dan disampaikan kepada Dokter Emir Soendoro---dokter pribadi Gus Dur dan menantu begawan ekonomi Widjojo Nitisastro---adalah ketakutan Bapak bila negara ini pecah.

Apa pesan terakhir Gus Dur sebelum wafat kepada Anda dan bangsa?
Tidak ada pesan. Beliau merasa sakit lalu diperiksa dokter katanya ada gumpalan darah di lipatan paha jadi secepatnya ditangani. Ini sering terjadi. Nah waktu ditangani itu .... (menghentikan kalimatnya). Sebenarnya saya tidak mau kalau ditanyai seperti itu, sakit sekali.

Satu minggu sebelum wafat Bapak sakit gigi. Padahal Bapak itu tidak pernah sakit gigi. Giginya bagus, dokter saja bilang gigi Bapak bagus. Segala obat (diberikan) tapi tidak sembuh, akhirnya dioperasi. Setelah dioperasi, cuci darah, baik tidak masalah, besoknya wafat.

Apakah Gus Dur mengeluh sakit?
(Kalau) Sakit ini beliau mengeluh, kesakitan banget. Saya tidak kuat melihatnya.

Sakit seperti apa sehingga Anda bilang Gus Dur terlihat menderita?
Saya yakin sakitnya Gus Dur salah satunya karena serangan itu. Sering juga serangan itu dialamatkan pada saya agar Gus Dur lemah. Kalau Gus Dur kan cukup kuat, jadi serangan ditujukan kepada saya. 

Menurut Anda, siapa yang melakukannya?
Tidak tahu, macam-macam kepentingannya. (Mereka yang ) Takut terbongkar rahasianya, takut tidak bisa naik jabatan. Saya minta tolong agar anak-anak dibentengi biar tidak diganggu seperti saya dan Gus Dur.

Dari siapa Anda tahu ‘dikerjain’ orang?
Pelatih (fisioterapi) saya. Misalkan ketika saya sudah lancar melangkah tiba-tiba tidak bisa gerak. Dua orang mengangkat kaki saya yang sehat, tidak bisa. Sakit luar biasa. Lalu ada perempuan (anggota) Partai Kebangkitan Bangsa di Semarang punya sepupu orang “pintar” di bawa ke sini. Dia salat, berzikir lalu memberi minum saya. Dia bilang ada yang akan diambil dari tulang punggung saya. Saya diminta baca Allah-Allah hingga selesai. Yang melihat teriak-teriak, “Ya Allah-Ya Allah.” Ternyata isinya cakar harimau. Satunya lagi kalajengking dibungkus kain. Ini sudah lama ada di dalam tubuh saya. 

Setelah Gus Dur wafat serangan ini masih?
Berkurang tapi masih ada karena PKB mau muncul lagi karena saya dianggap sebagai penguat. 

Serangan ini mulai kapan?
Sejak jadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (1984). Biasanya, ada orang mau maju Bapak tidak merestui karena orang ini tidak baik, (lalu) sakit hati.

Apa reaksi Bapak mengetahui ini?
Ya dia hanya bilang orang kok jahat sekali. Tapi orang tahu kelemahan Bapak di saya. Kalau saya ada apa-apa Bapak jadinya kacau.

Masih sering mengunjungi makam Bapak?
Sering tapi tidak setiap bulan. Kalau saya ke Jawa Timur pasti ke sana. Kalau ada acara di sana, alhamdulillah, saya ke makam.

Apa yang dilakukan Ibu saat kangen Gus Dur?
(Diam menerawang) di kamar banyak foto Bapak, saya melihatnya, mengelilingi kamar. Jadi setiap bangun melihat Bapak. Yang agak trenyuh ketika saat sahur. Biasanya bapak selalu menelepon menanyakan sekarang sahur di mana, sampai di mana, menginapnya di mana. Makanya saya nggak berani ke depan (masjid), pasti hati saya nggak kuat, karena Mas Dur itu suka diam (itikaf) di sana. 

Apa masakan buatan Ibu yang disukai Gus Dur?
Soto dan mangut kakap.

Katanya Bapak sangat romantis ya?
Yang paling romantis itu, Bapak selalu membawa oleh-oleh setiap dari bepergian. Kadang make-up, tas, perhiasan, parfum. Ini sudah dilakukan sebelum menikah. 

Siapa yang sering ditanya Bapak saat membeli oleh-oleh?
Pramugari, kadang juga Mas Munif (Ahmad Munif, sekretaris pribadi Gus Dur).

Gus Dur sering mencium Anda?
Kalau tidak buru-buru (pergi) pasti cium kening. Yang selalu dilakukan kalau tidur selalu memegang tangan saya. Itu sampai akhir masa beliau. Waktu operasi otak yang pertama (1998), saya menunggui bersama Inayah. Begitu Bapak sadar yang langsung dipanggil saya. Dia lupa saya tidak bisa jalan. Begitu mendengar saya langsung loncat tapi Bapak memegangi Inayah. Saya mlontir langsung jatuh ketindihan Inayah. Lalu saya dekati. Beliau meminta saya tidur di sebelahnya, tapi kan tidak bisa.

Kalau Gus Dur sedang marah, apa yang Ibu lakukan?
Saya diam dan dengerin saja. Pernah suatu kali Gus Dur marah terus. Kalau ngomong selalu membentak. Saya bingung, apa yang salah dari diri saya. Tiba-tiba ada suami teman saya, kebetulan kejawen, datang ke sini. Dia lihat tombak hadiah orang di pojok kamar. Tombak itu yang membuat rumah ini menjadi panas terus, berantem terus. Kalau rumah berantem terus bagaimana Bapak bisa memikirkan umat. Akhirnya tombak dibawa oleh teman saya. Ee, malah gantian teman saya yang sering dimarahi suaminya (tertawa).

Gus Dur kan yang mendirikan kantor PB NU. Ruangan khusus beliau masih ada?
Iya. Mereka (pengurus dan staf PB NU) minta itu tetap menjadi ruangan khusus Gus Dur. Saya sendiri belum ke sana, saya belum kuat. Sampai sekarang ruangan itu tidak dibongkar, semua orang meminta itu tidak diubah. Bahkan buku-bukunya yang saya bawa ke rumah diminta mereka kembali dan sudah di sana lagi. Mereka masih membayangkan di situ ada Gus Dur karena itu memberikan semangat, inspirasi.

Setelah Gus Dur wafat ada perubahan dalam diri Ibu?
Kata orang saya lebih kurusan, memang turun tiga kilogram. Kalau sakit saraf tidak boleh susah karena ototnya mengkerut lagi. Kebetulan saya tetap latihan sepekan dua kali. Saya mengingat jejak dan tapak (Gus Dur) sehingga membuat saya bersemangat. Pokoknya pikiran saya tidak boleh kosong.

Apa kegiatan Anda sekarang?
Kalau dulu, biasanya saya memotong baju anak, mencukur rambut bapak, membuat makanan pada hari minggu, merangkai bunga, menanam anggrek. Sekarang sudah tidak lagi. Sekarang kalau memasak kadang saya yang membuat resepnya seperti suguhan iwel-iwel ini, saya yang membuat resep. Kalau menggoreng tidak bisa.

Perasaan Anda bagaiman ketika Gus Dur batal diberi gelar pahlawan?
Saya sudah menetapkan dengan anak-anak, sebetulnya diberi atau tidak diberi tidak ada masalah. Tanpa gelar resmi toh masyarakat sudah menganggapnya sebagai pahlawan. Yang bermasalah itu desas-desusnya, yang katanya akan memugar makam Gus Dur dan menghabiskan uang Rp 168 milyar. Buat apa uang sebanyak itu. Buat menyantuni orang miskin satu kabupaten cukup. Kami tidak perlu yang seperti itu. Makam, ya, biasa-biasa saja.

Tapi memang kami membutuhkan tempat parkir dan mandi cuci kakus karena setiap hari yang datang ke sana 2.000 orang kalau malam Jumat hingga malam Minggu sampai 6.000 orang. Kalau tidak ada tempat parkir mereka parkir di pinggir jalan sehingga mengganggu lalu lintas karena itu jalan utama menuju Kediri. Saya kira (untuk itu) Rp 5 miliar sudah cukup.

Tapi terhibur dengan gelar waliyullah?
Itu lebih dari segalanya. Itu pengakuan dari seluruh penjuru dunia, tidak hanya yang muslim. Tionghoa, Kristen, Budha semua datang membaca doa. Kita tidak bisa mengklaim bahwa doa kita yang diterima Tuhan. Mungkin saja doa mereka yang didengar. Apalagi jika kita syirik tidak dapat apa-apa.

Kami dengar, Anda sekarang rajin menulis. Tentang apa?
Saya setiap hari menulis. Dulu saya wartawan majalah Zaman lalu masuk di Matra tapi jadi stringer saja. Waktu mau kecelakaan saya sedang mengerjakan tulisan untuk Matra. Waktu itu deadline nya Selasa. Kebetulan saya bisa selesai Sabtu sebelum deadline. Setelah selesai tugas itu saya dapat musibah kecelakaan. Kalau belum selesai mereka bakal kelabakan.

Saya punya Yayasan Puan Amal Hayati, sekarang punya majalah terbit tiga bulan sekali Tantri (Warta Isteri Putri dan Santri) di samping itu kita menerbitkan buku. Kami punya lima divisi konseling dan pendampingan untuk korban kekerasan, Forum Kajian Kitab Kuning. PUAN itu (kependekan dari) Pesantren Untuk Pemberdayaan Perempuan. Kita tidak akan bisa masuk pesantren kalau tidak punya senjata. Senjatanya adalah mereinterpretasikan kitab-kitab yang masih bias gender. Namanya reinterpretasi berarti harus ditulis ulang. Sekarang saya menjadi editor Tantri itu. Karena beberapa penulis bukan wartawan jadinya tulisannya masih harus dibongkar.

Menjadi wartawan cita-cita Anda?
Sepuluh tahun pertama setelah menikah saya tinggal di Jombang. Mengajar di pesantren. Pindah ke Jakarta saya jadi wartawan. Tadinya saya belum sering menulis, basic saya dari Fakultas Syariah lalu saya bilang sama Bapak saya mau ke pengadilan agama saja. Bapak tidak mengizinkan, katanya buat apa di pengadilan agama yang diurus cuma kawin cerai. Saya berpikir, lantas apa yang bakal saya kerjakan. Lalu saya bilang ke teman Mas Syubah Asa dari Tempo. Saya bilang bisa menulis sedikit-sedikit. Lalu dimasukin ke sana. Waktu itu saya masih part time karena anak-anak masih kecil. Saya berhenti menjadi wartawan setelah mendapat kecelakaan.

Apa pengalaman Anda saat menjadi wartawan?
Saat di Matra saya tidak turun ke lapangan tapi sering turun ke lapangan saat di Majalah Zaman. Di Matra saya menterjemahkan tulisan bahasa asing menjadi bahasa Indonesia, yang mengedit Andi F Noya. Saya sering liputan di rubrik Sehari dengan Tokoh misalkan dengan Dirjen Bimas Islam, Pak Ali Yafie. Ini pengalaman paling mengesankan, karena saya bisa mengambil teladan. 

Anda menulis buku?
Kalau menulis buku sendiri tidak sempat. Banyak sekali yang harus diedit. Disibukkan seminar, membuat makalah, bepergian. Mau menulis soal sahur keliling saja tidak selesai-selesai. Kalau buku ya yang interpretasi (Kitab Kuning) itu saja, tapi itu bareng-bareng. Banyak hadis yang tidak semua saya kuasai. Timnya ini terdiri dari disiplin ilmu dari fikih, hadis, bahasa, antropolgi dan saya dari sudut perempuan. Jadi kalau kita dapat seranga balik kita tidak sendiri harus satu tim yang menopang. Kita masih takut tentang pemahaman agama, bagaimanapun ini sudah diyakini oleh orang Islam misalkan Islam itu patriarki, laki-laki yang diutamakan, perempuan itu setengahnya laki-laki.

Bagaimana hubungan Gus Dur dengan lawan-lawan politik menjelang wafat?
Mereka mencoba mencari celah untuk bisa bertemu Gus Dur. Walaupun Gus Dur belum ngomong apa-apa, tiba-tiba saja mereka bilang Gus Dur sudah merestui. Mereka bilang Gus Dur menginginkan dia melakukan ini, memberi wasiat. Wasiat apa?

Setelah wafat, apakah hubungan dengan mereka membaik?
Anak-anak yang marah. Mereka masih sakit hati. Ada yang dulu ikut memecat Gus Dur tapi kemudian dipecat juga, sekarang mengajak Islah. Anak-anak tidak bisa melupakan (kejadian) itu. 
 
 
ISTIQOMATUL HAYATI | AKBAR TRI KURNIAWAN 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

12 hari lalu

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi berbicara dalam Sidang ke-55 Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, pada Senin 26 Februari 2024. ANTARA/HO-akun X @Menlu_RI
Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

Isu tersebut dinggap penting diangkat di sidang Dewan HAM PBB untuk mengatasi segala bentuk intoleransi dan prasangka beragama di dunia.


Mengenang Gus Dur: Berikut Profil, Pemikiran, hingga Prosesi Pemakamannya

1 Januari 2024

Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. dok. TEMPO
Mengenang Gus Dur: Berikut Profil, Pemikiran, hingga Prosesi Pemakamannya

Genap 14 tahun kepergian Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Berikut kilas balik profil dan perjalanannya sebagai ulama dan presiden ke-4 RI.


Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

16 November 2023

Suasana Terowongan Silaturahim yang menghubungkan antara Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral, Senin, 25 Oktober 2021. Terowongan yang dibangun dengan panjang tunnel 28,3 meter, tinggi 3 meter, lebar 4,1 meter dengan total luas terowongan area tunnel 136 m2 dengan total luas shelter dan tunnel 226 m2 menelan dana sebesar Rp 37,3 miliar. TEMPO/Syara Putri
Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

Setiap 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional.


Nusron Wahid Sekretaris TKN Prabowo-Gibran, Apa Hubungan dengan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur?

8 November 2023

Nusron Wahid saat menghadiri pengumuman kepengurusan baru Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, 22 Januari 2018. Nusron Wahid menjabat sebagai Korbid Pemenangan Pemilu Jawa Kalimantan di Partai Golkar. TEMPO/Subekti.
Nusron Wahid Sekretaris TKN Prabowo-Gibran, Apa Hubungan dengan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur?

Politisi Golkar Nusron Wahid menjadi Sekretaris TKN Prabowo-Gibran. Adakah hubungan kekerabatan dengan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur?


Jokowi Siapkan Rp 39,47 Triliun untuk Belanja Pertahanan, Ini Jejak Anggaran Alutsista Sejak Era Sukarno

6 Oktober 2023

Enam pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU melakukan flypass dalam gladi bersih Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Lapangan Silang Monumen Nasional (Monas), Gambir, Jakarta Pusat, Selasa 3 Oktober 2023. Gladi bersih yang diikuti 4.630 personel dan 130 alutsista dari tiga matra TNI tersebut digelar untuk persiapan HUT TNI pada Kamis (5/10). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Jokowi Siapkan Rp 39,47 Triliun untuk Belanja Pertahanan, Ini Jejak Anggaran Alutsista Sejak Era Sukarno

Presiden Joko Widodo atau Jokowi anggarkan Rp 39,47 triliun untuk modernisasi alat utama sistem pertahanan. Ini jejak anggaran Alutsista sejak era Suk


Manuver Merebut Suara NU

2 September 2023

Manuver Merebut Suara NU

Dipilihnya Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar disebut-sebut untuk mengerek elektabilitas mereka dengan mendulang suara NU.


Profil Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB yang Didukung Jadi Capres atau Cawapres 2024

24 Juli 2023

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (kanan) dan Ketua DPP PKB Yusuf Chudlori (kiri) berbincang dalam rapat pleno Pemenangan Pilpres dan Pileg  2024 di gedung DPP PKB, Jakarta, Senin, 19 Juni 2023. Rapat pleno DPP PKB tersebut memutuskan Muhaimin Iskandar tidak boleh memberikan keterangan apa pun atau berbicara terkait dengan Pilpres 2024 dan memutuskan untuk tetap maju menjadi Capres atau Cawapres 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis
Profil Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB yang Didukung Jadi Capres atau Cawapres 2024

Muhaimin Iskandar alias Cak Imin didukung sebagai bakal capres maupun cawapres oleh kiai dan santri. Berikut profil Muhaimin Iskandar.


Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

18 Juni 2023

Wali Kota Tangerang Selatan bersama Pangdam Jaya Mayjen TNI Mohamad Hasan meresmikan dua Markas Koramil, Selasa 30 Mei 2023. Foto TEMPO/Muhammad Iqbal
Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

Kepada remaja masjid, Pangdam Jaya mengatakan pluralisme sebagai modal kuat dalam bekerja sama untuk menjaga persaudaraan dan kedamaian di Indonesia.


Pemilu 2024: Konflik Internal PKB, Cak Imin Vs Keluarga Gus Dur

3 Juni 2023

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar memberikan sambutan saat acara catatan akhir tahun 2011 dan Haul Gus Dur ke-2 di Jakarta, Kamis (29/12). ANTARA/Prasetyo Utomo
Pemilu 2024: Konflik Internal PKB, Cak Imin Vs Keluarga Gus Dur

PKB mendapat nomor urut 1 dalam Pemilu 2024 nanti. Partai ini mengalami polemik berkepanjangan, antara Cak Imin dan keluarga Gus Dur.


Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

24 Mei 2023

Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

Berbudaya itu, bagaimana budaya toleransi beragama, menghargai umat beragama lain, budaya tolong menolong.