TEMPO Interaktif, Jakarta - Gerbong pendukung penentuan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta melalui penetapan, semakin panjang saja. Kali ini Partai Keadilan Sejahtera menyatakan konstitusi mengamanatkan jabatan Gubernur DIY melalui penetapan, bukan pemilihan.
Penetapan ini dilakukan sebagai bagian dari keistimewaan Yogyakarta. Sikap yang sama juga telah ditunjukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. "Soal jabatan Gubernur DIY, harus melalui penetapan," kata Wakil Ketua Fraksi PKS Agoes Poernomo melalui pesan singkatnya pada Tempo, Rabu 1 Desember 2010.
Menurut Agoes yang juga anggota Komisi II ini, jabatan Gubernur DIY melalui penetapan sudah dijamin dalam UUD 1945 yakni Pasal 18 B. Sebelumnya, PDIP juga menyatakan bahwa penentuan Gubernur DIY harus dilakukan lewat penetapan.
"Kami setuju penetapan. Itulah yang disebut keistimewaan," kata anggota Komisi II dari PDIP Arief Wibowo pada Senin lalu. Menurut dia, pemerintah mesti memahami konstitusi berdasarkan original intent atau makna sesungguhnya yang dikehendaki undang-undang.
Tafsir konstitusi soal DIY pada Pasal 18 B UUD 1945 memberikan keistimewaan pada Keraton Yogyakarta, bukan semata-mata pada Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Karena itu, penetapan jabatan Gubernur pada Sri Sultan Hamengkubuwono, bukan cuma terjadi pada Sri Sultan IX, melainkan juga pada Raja Yogyakarta setelah Sri Sultan IX. "Tafsir konstitusi itu terbatas, tidak seenaknya sendiri," ujar Arief.
Kisruh pendapat soal cara penetapan Gubernur DIY antara pemerintah pusat dan Sri Sultan Hamengkubuwono X makin memanas beberapa hari ini. Kisruh ini mewarnai pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Yogyakarta. Hal itu dipicu pernyataan Presiden Susilo Bambang pada pekan lalu, bahwa tidak mungkin sistem monarki diterapkan di Yogyakarta. Pasalnya, sistem monarki tak sesuai dengan prinsip demokrasi.
AMIRULLAH