TEMPO Interaktif, Banjarnegara – Kejadian tanah longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah, tercatat meningkat frekuensinya tiap tahun. Peningkatan ini disebabkan tata guna lahan yang tidak tepat.
“Tahun 2007 tercatat 57 kali, dan tahun ini meningkat menjadi 200 kali,” kata Kepala Seksi Geologi pada Dinas Energi Sumber Daya Mineral Banjarnegara, Idrus Amanulloh, Selasa (19/10).
Ia menambahkan, longsor pada 2008 tercatat 76 kali dengan nilai kerugian sebesar Rp 760 juta. Sedangkan pada 2009 terjadi longsor sebanyak 126 kali dengan nilai kerugian mencapai Rp 1 miliar.
Masih menurut Idrus, longsor terjadi karena tata guna lahan yang tidak tepat. Banyak lahan yang seharusnya digunakan untuk resapan air dijadikan rumah atau lahan pertanian.
Selain itu, tingginya curah hujan juga menjadi pemicu banyaknya longsor. “Banyak bukit yang dibuka untuk lahan pertanian tanpa memperhatikan drainase,” imbuhnya.
Baca Juga:
Ketua Satuan Pelaksana Bencana Kabupaten Banjarnegara, Soehardjo meminta agar warga ikut mengendalikan pola permukiman dan olah tanah. “Jangan membuat kolam ikan dalam zona rawan yang memicu pergerakan tanah,” tegasnya.
Ia juga sudah mengusulkan kepada pemerintah pusat agar membuat peta bencana dalam skala kecil. Pasalnya, peta bencana yang saat ini ada dibuat dengan skala cukup besar yakni 1:50.000 sehingga belum tergambar secara detail daerah yang rawan bencana. “Gunanya untuk melihat tiap desa sistem drainasenya seperti apa,” kata dia.
ARIS ANDRIANTO