“Sebelumnya hanya sebanyak 14.000 rumah saja yang tidak laya huni,” ujar Kepala Bidang Perumahan Dinas Perumahan, Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Garut, Satriabudi, Senin (18/10).
Menurut Satriabudi, jumlah rumah tidak layak huni ini setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Faktor pemicunya diakibatkan oleh kesulitan ekonomi. Kondisi ini menujukkan tingginya angka kemiskinan di wilayahnya.
Selain tidak layak huni, rumah warga Garut ini juga rawan rusak. Soalnya, rumah warga didirikan di lereng-lereng perbukitan yang rawan terjadinya bencana seperti tanah longsor dan banjir lumpur serta angin puting beliung. Rumah yang terancam longsor ini kebanyakan berada di daerah Garut Selatan.
Rumah warga Garut Selatan ini rata-rata berlantaikan tanah dengan dinding bilik bamboo, dan tidak memiliki fasilitas mandi, cuci, kakus. Selain itu juga tidak memiliki ventilasi yang cukup di dalam ruangan. “Ukuran bangunannya sangat kecil dengan dihuni lebih dari empat orang,” ujarnya.
Karena itu, Pemerintah Garut secara bertahap akan mengurangi rumah tidak layak huni melalui program bedah rumah. Setiap tahunnya program ini ditargetkan dapat memperbaiki sebanyak 300 rumah. Bantuan berupa uang sebesar Rp10 juta untuk kepala keluarga, dan pengerjaan rumah dilakukan secara swadaya oleh masyarakat.
Namun, program bedah rumah ini tersendat akibat keterbatasan anggaran yang diberikan Pemkab Garut. Tahun ini APBD Garut hanya mampu merehab delapan unit rumah warga miskin. Sisanya diperbaiki dari anggaran Pemprov Jabar, dan pemerintah pusat.
Sigit Zulmunir