TEMPO Interaktif, Sumenep - Sudah dua pekan terakhir, nelayan di wilayah Kepulauan, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, terpaksa tidak melaut karena ketinggian gelombang mencapai empat meter sehingga membahayakan keselamatan. Akibatnya, dikhawatirkan terjadi krisis pangan karena perahu yang mengangkut sembako juga tidak berlayar.
"Kami isi waktu dengan memperbaiki jala," kata Nurasyur, Warga Pulau Sapeken, Selasa (5/10), kepada Tempo.
Selain karena gelombang sedang pasang, menurut Nurasyur, nelayan sengaja memilih tidak melaut karena hasil tangkapan ikan merosot tajam usai Ramadan lalu. Biasanya, kata dia, sekali melaut nelayan bisa membawa pulang 1 hingga 2 ton ikan, namun saat ini untuk mendapatkan 100 kilogram ikan segar sangat sulit. Hal tersebut tidak sebanding dengan biaya melaut yang mencapai Rp 500 ribu sekali melaut. "Kami gunakan perahu untuk angkut sembako sebagai sampingan," ujarnya.
Nuraysur mengakui merosotnya hasil tangkapan ikan ini karena rusaknya ekosistem bawah laut akibat masih digunakannya bom potasium oleh sejumlah nelayan nakal untuk mencari ikan langka dan tripang. Kondisi itu diperparah dengan maraknya nelayan luar daerah yang menangkap ikan menggunakan pukat harimau. "Kalau Anda ke sini, jam tiga pagi Anda akan biasa dengan ledakan bom," tuturnya.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumenep asal Pulau Sapeken, Dulsiam, mengatakan selain tidak melaut, gelombang tinggi juga dikhawatirkan bisa menyebabkan krisis pangan di wilayah kepualauan karena perahu yang biasa mengangkut sembako juga tidak berlayar.
"Kalau sampai sebulan gelombang masih tinggi berarti selama sebulan tidak ada pasokan sembako, terutama bagi pulau yang tidak disinggahi kapal besar," ungkapnya.
Dia mengaku mendapatkan kabar warga di Pulau Sakala, Pagerungan Besar, dan Pagerungan Kecil, Sepanjang, Sadulang Besar, dan Pulau Sadulang Kecil, saat ini terpaksa makan singkong karena mulai kekurangan beras. "Seberapa parah kondisinya saya belum tahu pasti," katanya.
Sementara, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kalianget, Sumenep, Syamsul Arifin, membenarkan, jika gelombang dilaut sedang tinggi. Dia mengungkapkan saat gelombang di perairan Kepulauan Sumenep antara 1 hingga 3 meter. Kondisi ini sangat tidak baik bagi para nelayan karena disertai kecepatan angin yang relatif tinggi antara 5 hingga 35 kilometer per jam,”jelasnya.
Karena itu, Syamsul mengimbau para nelayan agar tidak melaut sementara waktu menunggu situasi laut kembali normal.
MUSTHOFA BISRI