TEMPO Interaktif, Jakarta - Dianggap telah dicemarkan nama baiknya, Ribka Tjiptaning melaporkan balik Hakim S Pohan ke Bareskrim Mabes Polri. Ketua Komisi Kesehatan DPR ini menganggap Hakim telah mencemarkan nama naik, fitnah, dan perbuatan tidak menyenangkan terhadap dirinya, Asiah Salekan, dan Mariani Akib Baramuli.
Menurut Ribka, Hakim telah menyampaikan tuduhan yang tidak benar dalam berbagai media yang menyatakan ia dan dua rekannya melakukan penghilangan ayat tembakau setelah rapat paripurna Dewan.
Datang ke Bareskrim sejak pukul 09.45 WIB, Ribka, Aisah, dan Mariani didampingi pengacara mereka, Sirra Prayuna. "Kami meminta penjelasan kepada Bareskrim berkaitan dengan munculnya satu kata dalam SPPHP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) yang menyatakan ketiga nama sebagai tersangka," kata Sirra kepada wartawan usai mengurus laporan ketiga kliennya, Jum'at (25/9).
Beberapa hari lalu, Hakim melaporkan Ribka, Asiah, dan Mariani ke polisi atas dugaan menghilangkan ayat tembakau. Ketiga anggota Komisi Kesehatan tersebut dituduh sebagai tersangka kasus penghilangan Ayat 2 Pasal 113 Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009. Laporan tersebut dibuat setelah sebelumnya aktivis Koalisi Anti Korupsi Ayat Rokok (KAKAR) mengadukan Ribka dan dua rekannya ke Badan Kehormatan DPR.
Dalam surat laporan bernomor polisi TBL/367/IX/2010/BARESKRIM tersebut, Sirra meminta Bareskrim mengeluarkan surat hitam di atas putih yang menyatakan 3 nama kleinnya tidak dinyatakan berstatus tersangka. Surat laporan itu dibuat berdasarkan surat laporan bernomor polisi: LP/586/IX/2010/BARESKRIM yang sebelumnya dibuat Hakim.
Padahal, bedasarkan fakta yang ia miliki, semua hal yang diberitakan media tersebut tidak benar. Saat rapat tingkat pertama DPR, kata Sirra, ada bebagai usulan dari masyarakat. Antara lain dari petani tembakau dan asosiasi tembakau, soal ayat tembakau.
Wacana lalu berkembang untuk merespon usulan itu. Di Rancangan Undang-Undang saat rapat pleno, ayat tembakau masih ada. Bahkan, ayat itu juga masih ada saat ditandatangani oleh presiden. "Jadi tidak ada sesuatu yang dihilangkan," ujarnya.
Sirra mengatakan, kesalahpahaman kemungkinan terjadi ketika Sekretariat Jenderal DPR minta agar hasil pembahasan RUU Tembakau segera dikirim ke Sekretariat Negara. Namun, yang dibawa ketika itu adalah soft file yang Ayat 2-nya masih belum ada. "Padahal ayat itu masih belum dibahas di rapat paripurna."
Selain melaporkan balik Hakim, kedatangan Ribka dan dua rekannya juga sekaligus mengklarifikasi segala macam pemberitaan di media yang mengatakan mereka bertiga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian atas penghilangan ayat tembakau. "Itulah kenapa saya membuat laporan. Saya minta klarifikasi ke Bareskrim," ujar Ribka.
Sirra menambahkan, polisi seharusnya mendengarkan keterangan semua pihak sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka atas suatu kasus. Semua pihak yang harus didengar keterangannya antara lain saksi, pelapor, dan terlapor. "Belum didengar keterangannya tapi sudah ditetapkan sebagai tersangka," ucap dia.
MAHARDIKA SATRIA HADI