Demi kepentingan masyarakat, pemerintah berharap kawasan tersebut dibebaskan dari status hutan lindung dan kawasan cagar alam. Karena menurut Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu Chairil Burhan perambahan hutan terjadi merata di seluruh wilayah Provinsi Bengkulu.
Banyak dari masyarakat perambah tersebut telah mendiami kawasan selama puluhan tahun. "Dua kabupaten, Bengkulu Tengah dan Bengkulu Utara telah mengajukan pembebasan kawasan, kita beri waktu kepada kabupaten lain dalam 10 hari ini, agar dapat diserahkan ke menteri kehutanan," kata Chairil Burhan.
Menurutnya lagi tidak hanya hutan yang dirambah, ratusan ribu hektar HGU (hak guna usaha) dan HPL (hak pengguna lain) yang terlantar juga akan diambil alih oleh pemerintah, dan diserahkan kepada masyarakat untuk mengelola kawasan tersebut.
"HPL eks transmigrasi saja ada 179.000 Ha. Aturannya dikembalikan kepada status sebelumnya, tapi kita minta dibebaskan dan diberikan kepada masyarakat," Chairil lagi.
Terang saja hal ini memancing reaksi banyak pihak terutama pegiat lingkungan hidup, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu. Karena menganggap pembebasan kawasan untuk kepentingan rakyat hanya kedok belaka.
"Walhi meyakini hal ini, ada indikasi untuk kepentingan pengusaha, setelah dibebaskan rakyat akan diusir dari kawasan tersebut," tegas Firmansyah Kepala Departemen Kampanye Walhi Bengkulu, Rabu (15/9).
Walhi mengindikasikan pembebasan kawasan tersebut hanya untuk kepentingan pengusaha perkebunan dan pertambangan. Terbukti saat ini saja sudah ada 320.000 ha izin perkebunan dan pertambangan yang telah mendapat persetujuan bupati dan gubernur.
Kebijakan pemerintah daerah ini menurut Firmansyah kontradiktif dengan Perjanjian Protokol Kyoto, dimana Indonesia ada didalamnya untuk menjaga hutan yang ada.
"Terang saja hal ini bertolak belakang dengan program pemerintah pusat untuk mengurangi emisi karbon dengan cara menjaga hutan, sementara pemerintah daerah berencana melakukan pembebasan hutan," lanjutnya.
Pada prinsipnya selama pembebasan kawasan murni untuk kepentingan masyarakat, Walhi mendukung. Seperti diketahui 1,9 Juta ha luas wilayah Bengkulu, sebanyak 924.000 adalah kawasan hutan. Sehingga menurutnya akses masyarakat terhadap tanah sangat terbatas.
Jika pembebasan terpaksa harus dilakukan, pemerintah wajib melibatkan semua pihak, terutama perguruan tinggi, masyarakat perambah dan NGO.
"Karena kita tidak ingin masyarakat kecil atau perambah menjadi korban dari konspirasi antara pemerintah dan pengusaha," Firman kemudian.
PHESI ESTER JULIKAWATI