Menurut Stany, pihak luar sering menduga bahwa antara dirinya dengan kubu Basuki Rekso Wibowo (pengelola baru) memiliki masalah pribadi, sehingga konflik di Kebun Binatang Surabaya berlarut-larut. "Padahal antara saya dan Basuki ndak ada masalah apa-apa," kata Stany, 83 tahun, kepada Tempo, Minggu (22/8).
Stany mengaku sudah legawa, sejak dirinya diganti oleh Basuki pada Juli tahun lalu, dan tidak melakukan kegiatan apa-apa terkait kebun binatang. Bahkan, menurut Stany, Basuki pernah mendatangi dirinya untuk membicarakan masa depan Kebun Binatang Surabaya. "Basuki malah mengaku mengikuti kemauan saya saja," kata Stany.
Karenanya, lanjut Stany, bila kematian beruntun satwa-satwa di Kebun Binatang Surabaya dikaitkan dengan konflik manajemen, hal itu terlalu didramatisir. Stany juga membantah ada kubu antara dirinya dan Basuki. "Matinya satwa memang karena sakit dan berusia tua, itu sesuatu yang alamiah," ujar dia.
Menurut Stany, sebenarnya dirinya telah mempunyai konsep menangkarkan satwa-satwa itu di Gondoruso, Lumajang pada 2008 lalu. Pembebasan lahan 20 hektar itu sudah mulai dilakukan dan disetujui oleh Bupati Lumajang. Investor pun sudah ada, karena memiliki prospek untuk mendatangkan keuntungan.
Namun rencana itu menjadi tinggal rencana sejak Basuki mempimpin, karena banyak timbul unjuk rasa karyawan yang tak kunjung henti. Akhirnya Basuki pun diganti oleh manajemen sementara yang diketuai oleh Tony Sumampau. Namun Stany membantah menggerakkan unjuk rasa.
Stany berharap konsepnya menangkarkan satwa buas di Lumajang tersebut diteruskan oleh Kementerian Kehutanan yang saat ini mengambilalih manajemen Kebun Binatang Surabaya.
KUKUH S WIBOWO