TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengamat hukum administrasi tata negara Irman Putra Sidin menyatakan, keabsahan jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji merupakan perdebatan mikro ketatanegaraan. Karenanya kebenarannya tergantung pada isi Keputusan Presiden sewaktu mengangkatnya. "Tak otomatis Presiden berhenti lalu Jaksa Agung berhenti. Tetapi tergantung bunyi Keppres apakah masa jabatan Jaksa Agung mengikuti masa jabatan Presiden atau tidak," kata Irman kepada Tempo, Jumat (2/7).
Menurut Irman, secara makro jabatan jaksa agung berkelamin ganda. Artinya, ada kekuatan pemerintah dan ada kekuatan hubungan dengan badan peradilan. "Berbeda dengan jabatan menteri yang berkelamin tunggal hanya unsur pemerintah. Begitu Presiden selesai menjabat, dia juga selesai menjabat," kata Irman.
Namun, sambung Irman, pendapat Yusril bisa saja benar. Terutama jika Yusril sudah meneliti secara mikro bunyi Kepperes pengangkatan Jaksa Agung. "Kalaupun benar, tidak secara otomatis juga semua tindakan dan keputusan Hendarman setelah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu I selesai jadi tidak sah," kata Irman.
Yusril Ihza Mahendra menggugat legalitas jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji ke Mabes Polri, Kamis (1/7). Menurut Yusril, Hendarman diangkat lewat Keputusan Presiden setara dengan menteri di Kabinet Indonesia Bersatu lainnya. Saat semua menteri dinyatakan berhenti sejak 20 Oktober 2009, otomatis dia juga berhenti karena tidak ada surat perpanjangan jabatan.
Yusril menilai keputusan yang dibuat Hendarman, termasuk perintah untuk melakukan penyidikan, juga illegal. Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus Sisminbakum.
ARYANI KRISTANTI