Setelah Badan Lingkungan Hidup mengambil contoh, lembaga yang membidangi masalah lingkungan itu menduga, limbah itu mengandung zat amoniak berbahaya.
Setelah TEMPO melakukan penelusuran, setidaknya ada empat titik tempat pembuangan limbah tak bertuan itu. Sebelumnya, muncul gundukkan limbah serupa di kecamatan Tapen, Kudu, dan terakhir di Kabuh, kabupaten setempat.
Hal itu dibenarkan penyelidik BLH, Sandi. ”Benar, tapi kami belum bisa membuka kasus itu karena masih dalam penyelidikkan, termasuk pabriknya asal limbah,” kata dia, Jumat (18/6).
BLH belum mengetahui modus kasus itu. Oleh karenanya, hingga kini kasus limbah itu masih misterius. Kasus limbah tak bertuan itu rupanya sudah masuk ke telinga Kepolisian Daerah Jawa Timur, karena dinilai berbahaya.
Siang tadi, lima penyelidik dari Unit Tindak Pidana Tertentu, Kepolisian Daerah Jawa Timur melakukan penyelidikkan di beberapa lokasi pembuangan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi dari kepolisian daerah Jawa Timur. Kepala Bagian Humas Polda, Komisaris Besar Polisi Pudji Astutik belum bisa dimintai keterangan.
Seperti diberitakan, Selasa, 8 Juni kemarin, di sebuah lahan dengan jarak 200 meter dari pemukiman penduduk muncul tumpukan limbah berbahaya. Limbah menimbulkan bau menyengat hidung.
Limbah juga menyebabkan warga terjangkit penyakit kulit. Menurut Sukran, kepala dusun setempat, limbah di buang dari truk pengangkut yang belum diketahui asalnya.
Karena berbahaya, warga menolak aktifitas itu. Adapun titik limbah lain berada di Dusun Panemon, Kecamatan Bakalan Rayung, Kecamatan Kudu, kabupaten setempat.
Limbah dibuang di pinggir jalan raya pada awal maret lalu. Lokasi pembuangan di depan Sekolah Dasar Bakalan Rayung 1 dan 2 dengan jarak sekitar lima meter.
MUHAMMAD TAUFIK