TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan Ibu Negara, Hasri Ainun Habibie, menyandang beberapa bintang mahaputra, penghargaan tertinggi dari pemerintah kepada warga yang dipandang memiliki peran besar terhadap negara. Inilah alasan istri Presiden B.J. Habibie 1998-1999 yang wafat pada Sabtu (22/5) dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
"Karena Ibu Hasri Ainun pernah mendapat mahaputra, bintang kehormatan itu," kata Direktur Eksekutif Habibie Center, Ahmad Watik Pratiknya, Sabtu malam.
Berdasarkan daftar di Sekretariat Negara, almarhumah mendapat tiga bintang, yaitu Bintang Mahaputra Adipurna, yang diterima pada 28 Mei 1998, Bintang Mahaputera Utama pada 12 Agustus 1982. Waktu itu B.J. Habibie menjabat Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua BPPT. Berikutnya Bintang Mahaputra Adipradana pada 6 Agustus 1998.
Menurut Ahmad Watik, Hasri Aiunun Habibie meninggal pukul 17.30 waktu Jerman atau pukul 22.30 waktu Jakarta karena kanker rahim. "Ibu Ainun meninggal dengan tenang," ujar dia sambil menambahkan Habibie sangat tabah dan sabar. "Bahkan beliau menasihati saya untuk sabar," ujarnya.
B.J. Habibie selalu mendampingi istrinya sejak masuk rumah sakit pada 24 Maret lalu. "Pak Habibie masih membimbing Ibu salat subuh, dhuhur dan ashar," ujar Ahmad Watik lagi. Sebenarnya, kata dia, Ibu Hasri Ainun tidak koma. "Hanya menurun kesadarannya. Dibimbing salat juga masih bisa."
Jenazah Ibu Hasri Ainun akan disalatkan dan dikafani di Jerman, dan prosesinya tidak hanya dilakukan oleh warga Indonesia, tapi juga warga Jerman. Pesawat khusus dari negara diberangkatkan siang ini. Jenazah baru bisa berangkat paling cepat pada Selasa siang karena harus mengurus surat untuk memberangkatkan jenazah. "Sehingga jenazah paling cepat tiba di Jakarta Rabu pagi."
RATNANING ASIH |ELIK SUSANTO