TEMPO Interaktif, Makassar - Pengusaha pete-pete menilai rencana Pemerintah Kota Makassar membuka trayek pinggiran kota tidak tepat karena akan mematikan usaha transportasi umum. Pinggiran kota sudah dikuasai pelaku usaha becak motor dan ojek yang melayani rute-rute pendek.
“Pemerintah belum melakukan studi kelayakan untuk mendistribusikan angkot ke pinggiran kota. Makassar kacau karena pemerintah tidak mampu mengatur arus lalu lintas dengan baik,” kata Ahmad Zubair, Ketua Serikat Supir Makassar, hari ini.
Ahmad menjelaskan pemerintah kota melalui Dinas Perhubungan belum pernah melakukan studi kelayakan untuk mendata jumlah angkutan kota dan kebutuhan masyarakat. Pemerintah disarankan agar tidak gegabah memutuskan pembukaan trayek baru di pinggiran kota karena akan menimbulkan gesekan antara pengusaha angkot dengan becak motor (bentor) dan tukang ojek.
Dia meminta agar dilakukan kajian ulang soal metode transportasi di dalam kota dan pinggiran kota, sehingga tidak ada pengusaha transportasi yang dirugikan. Apalagi pendapatan pengusaha dan supir angkot mengalami penurunan drastis setelah kehadiran ojek dan bentor.
Rafiq, pemilik dan supir angkutan kota dengan tegas menolak jika dibuka trayek baru karena pasti akan mematikan usahanya. Menurut Rafiq, pemerintah harusnya memikirkan bagaimana mempertahankan dan melindungi pengusaha angkutan yang sudah ada. Trayek pinggiran, diserahkan saja kepada pengusaha ojek dan bentor.
“Sekarang penghasilan supir makin merosot karena banyaknya kendaraan roda dua, ojek, dan bentor. Pemerintah harus memikirkan melindungi pengusaha angkot,” katanya.
Pendapatan juga merosot. Setiap hari hanya bisa mendatangkan hasil sebesar Rp 120 ribu. Sementara supir hanya memperoleh sebesar Rp 30 ribu per hari dan belum termasuk gaji bulanan. Pemilik kendaraan juga mengeluarkan biaya pembelian bensin Rp 90 ribu untuk 20 liter bensin.
Supir masih dibebankan penarikan retribusi Rp 1.500 per hari dan iuran Organda Rp 3.000 per hari.
Mansyur, supir angkot yang biasa mangkal di pinggiran jalan Mal Panakkukang Jalan Pengayoman menyayangkan jika diterapkan trayek pinggiran kota. Seharusnya, kata Mansyur, pemerintah memutuskan soal tarif normal jauh dekat sebesar Rp 3.000. Selama ini supir tidak bisa memaksakan penumpang membayar Rp 3.000.
“Terkadang anak sekolah hanya membayar Rp 1.000 dan kalau mahasiswa Rp 2.000. Pemerintah cukup menetapkan tarif dasar jauh-dekat Rp 3.000 yang tentunya akan membantu penghasilan supir dan pemilik kendaraan,” katanya.
SULFAEDAR PAY