TEMPO Interaktif, Makassar - Dalam Komisi Bahtsul Masail Diniyyah Maudlu'iyyah berkembang wacana menghilangkan pembahasan prinsip khitan anak perempuan yang usianya telah beranjak.
Komisi beranggotakan sekitar 100 laki-laki ini masih memperdebatkan prinsip hukum wajib atau sunahnya khitan, yang kemudian tidak menuai kesepakatan hingga muncul usulan untuk menghilangkan pembahasan ini.
Faridah, peserta pengamat dari Pengurus Wilayah Nahdlathul Ulama (PWNU) Semarang, mengatakan peserta saling beda pendapat dalam rujukan sejarah khitan.
"Ini masih diperdebatkan dan belum menjadi sikap Komisi ini. Kemungkinan pembahasan ini akan di-delete," ujarnya kepada Tempo.
Muhammad Nurfin, salah satu pimpinan sidang komisi ini menyebutkan jika penghilangan pembahasan khitan ini sudah diwacanakan sebelumnya, tapi itu berasal dari pesan sponsor negara luar. "Sebenarnya ini pengaruh dari luar negeri. Di sana kan tidak mewajibkan khitan, " ujarnya.
Menurutnya, jika pembahasan khitan ini dihilangkan, itu sama saja mengharamkan khitan bagi perempuan Indonesia, artinya pengislaman bagi wanita tidak ada. "Ini akan menjadi perdebatan di masyarakat, " ujar Pengurus Besar NU ini.
Jika NU tidak memberikan penjelasan yang jelas, katanya, dapat menimbulkan polemik di tengah ulama dan kalangan masyarakat.
Selain itu, pembahasan peran dan fungsi antara masjid dan musala di komisi ini menjadi perdebatan sengit, mana yang disebut masjid dan musala. "Rumusan pengertian ini belum rampung akibat perdebatan mana yang boleh digunakan shalat Jumat, mana yang digunakan untuk shalat wajib lima waktu, " kata dosen UIN Jakarta ini.
ABDUL AZIS