TEMPO Interaktif, Mataram - Fenomena kawin siri di Nusa Tenggara Barat (NTB) mengakibatkan kesengsaraan bagi kaum perempuan. "Semua kasus itu berawal dari rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan perempuan yang berdampak pada rendahnya tingkat pendapatan masyarakat," kata Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana NTB Ratningdiah kepada Tempo, pagi inii.
Menurut Ratningdiah, kaum perempuan NTB identik dengan kemiskinan, mereka menikah pada usia dini, menyandang buta aksara, dominasi keluarga lebih banyak dimiliki kaum suami. Akibatnya, seromh terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang berujung pada perceraian.
Dari 3.231 kasus perceraian, kata Ratningdiah, diantaranya akibat suami yang tidak bertanggung mencapai 925 kasus, tidak ada keharmonisan 721 kasus, karena cemburu 382 kasus, akibat ekonomi 369 kasus, gangguan pihak ketiga 260 kasus.
Di bidang ketenagakerjaan sebagian besar perempuan NTB bekerja di sektor informal dengan upah yang rendah. Minat menjadi tenaga kerja wanita cukup tinggi, tapi tidak diimbangi dengan keterampilan yang memadai.
Di bidang pendidikan, perempuan NTB yang buta huruf mencapai 202.431 orang atau masih lebih tinggi bila dibandingkan 113.769 laki-laki yang buta huruf.
Di bidang kesehatan, angka kematian ibu melahirkan sesuai Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2003 mencapai 360 per 100.000 kelahiran hidup. Padahal angka nasional 228 per 100.000. Angka kematian bayi yaitu 72 per 1.000 kelahiran hidup sedangkan nasional 35 per 1.000 kelahiran hidup.
SUPRIYANTHO KHAFID