TEMPO Interaktif, Semarang - Pendapatan Pemerintah Kota Semarang dari retribusi parkir yang ada di daerahnya gagal mencapai target, pada 2009 lalu. Dari target pendapatan sebesar Rp 14 miliar hanya Rp 2 miliar yang bisa masuk ke kas daerah.
"Sebenarnya potensi pendapatan dari retribusi parkir sangat besar tapi kan pelaksanaan aturannya tidak sesuai dengan yang diharapkan," kata Plt Sekretaris Daerah Kota Semarang Harini Krisniati saat dihubungi Tempo, Ahad (7/2). Hingga kini, Harini mengakui pihaknya masih sangat kesulitan untuk menertibkan para tukang parkir yang tersebar di berbagai sudut kota dan tempat keramaian.
Selama ini, aturan parkir di Semarang sudah tertuang secara jelas melalui Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 10 Tahun 2001 Tentang Pajak Parkir.
Dalam aturan itu, kata Harini, mekanisme uang hasil parkir beserta tarifnya sudah diatur secara detail. Parkir kendaraan dalam karcis untuk roda empat telah ditetapkan sebesar Rp 2 ribu sedangkan kendaraan roda dua sebesar Rp 500. Persoalannya, kata Harini, banyak sekali tukang parkir yang tidak memberikan karcis parkir. "Selain itu, masyarakat sendiri juga banyak yang tidak minta karcis parkir," kata Harini.
Harini menyatakan, jika sudah ada di lapangan maka urusan parkir ini sudah banyak yang melibatkan diri. Saat ditanya apakah pihak yang terlibat itu preman? Harini menjawab "Ya, salah satunya mereka". Karena banyak pihak yang terlibat itulah yang membuat sistem atau aturan yang ada tidak bisa mengurai persoalan di lapangan.
Menurut Harini, karena potensi pendapatan dari sektor parkir sangat besar maka ke depan Kota Semarang harus memperbaiki aturan soal parkir. Hal itu penting agar di era otonomi daerah seperti saat ini Kota Semarang bisa memaksimalkan pendapatan yang ada. "Ini menjadi PR (pekerjaan rumah) Wali Kota yang akan datang," kata Harini.
ROFIUDDIN