"Kami kewalahan menangani para imigran tersebut, karena mereka menolak dipindahkan ke lokasi lain," kata Penjabat Bupati Sabu Raijua Thobias Uly yang dihubungi dari Kupang, Minggu (7/2).
Sebanyak 55 imigran gelap asal Afganistan dan Mesir itu terdampar di Pantai Menia, Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua, 13 Januari lalu. Kapal motor yang ditumpangi mereka guna mencari suaka di Australia dihantam gelombang tinggi.
Menurut Uly, mereka mencoba bunuh diri dengan cara menabrakan kepala ke tembok dan menabrakkan diri ke kendaraan yang melintas. "Mereka (imigran) mengatakan masih betah berada di Sabu, namun karena melanggar aturan maka mereka tetap harus dipindahkan," kata Uly.
Saat ini, lanjut Uly, masalah itu sedang ditangani oleh International Organsation Migration (IOM), badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menangani soal pengungsi.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Humas Polda NTT Komisaris Okto Riwu mengatakan para imigran tersebut mau menempatkan diri sebagai pengungsi. Padahal, imigran tersebut masuk Indonesia secara ilegal sehingga harus dievakuasi untuk selanjutnya diderpotasi ke negara asalnya. "Mereka (Imigran) mulai berulah, seolah-olah mereka adalah pengungsi," kata dia.
Untuk mengevakuasi mereka dari Sabu Raijua, kata Okto, Polda NTT akan berkoordinasi dengan Duta Besar (Dubes) mereka masing-masing agar segera dievakuasi. "Kita akan melakukan koordinasi dengan konsul negara mereka untuk segera dievakuasi," kata dia.
Namun, tambah Okto, pihak tetap berupaya agar imigran tersebut dapat segera dievakuasi ke Kupang. "Jika tetap menolak, maka kami akan mengambil tindakan paksa," kata dia.
YOHANES SEO