Warga penghuni rumah dinas yang terletak di Jalan Teluk Kumai dan Tanjung Raja itu menggugat Kepala Staf TNI AL, Presiden RI, Komandan Pankalan TNI AL V Surabaya dan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Negara Jawa Timur.
Gugatan itu terkait dengan pengosongan dua rumah dinas TNI AL di Jalan Tanjung Raja oleh aparat Lantamal V pada 10 Desember 2009 lalu. Selain itu, gugatan warga itu juga untuk menolak rencana pengosongan rumah-rumah dinas yang mereka tempati.
Kuasa hukum warga, Fahmi H Bachmid menilai wajar penundaan sidang tersebut. Sebab, kehadiran tergugat yang berdomisili di Jakarta harus sepengetahuan pengadilan negeri setempat. "Ini proses hukum yang wajar," kata Fahmi.
Salah seorang warga, Pieter Manuputty bersikeras bahwa rumah yang ia tempati sejak awal 1960-an itu bukan rumah dinas tentara. Alasannya, rumah tersebut diperuntukkan bagi orangtuanya, JA Manuputty, yang pensiunan Angkatan Laut. "Ayah saya Angkatan Laut Belanda yang mendapat jatah rumah," kata Pieter yang mendiami rumah di Jalan Teluk Kumai Timur.
Warga lainnya, Kabul Indrosubagyo juga menyatakan bahwa rumah yang dia tempati sejak 1963 bukan rumah dinas. Rumah itu, kata dia, merupakan hak orang tuanya, Soehari, selaku pensiunan Angkatan Laut Belanda, Koninklijke Marine Everet. "Statusnya rumah milik pensiunan, bukan rumah dinas," kata Kabul.
Ia menunjukkan dokumen AL Belanda tertanggal 1 Juli 1937 yang diteken JWG Van Hengel, De Commandent der Zeemacht Nameng Dezen Het Hoofd der Iste Afdeeling.Dokumen semacam piagam pujian itu diberikan kepada Soehari. "Setelah Indonesia merdeka, ayah saya bergabung ke TNI AL dan menjadi pelatih para KKO," kata Kabul, 68 tahun.
KUKUH S WIBOWO