Kepala Badan Lingkungan Hidup Sumenep Abdul Muthalib mengatakan hal itu dikarenakan kawasan hutan di pulau Kangean berada di bawah pengawasan langsung pihak perhutani Pamekasan. "Antara BLH dan perhutani beda kewenangan," katanya, Selasa (26/1).
Namun ia mengakui pernah memantau kawasan hutan Kangean melalui udara dan terlihat di tengah rerimbun hutan jati banyak pohon tumbang dan sebagian kawasan telah gundul. "Hanya perhutani yang tahu, penebangan itu legal atau tidak," ujarnya pula.
Muthalib menegaskan ilegal atau tidak, peraturan Departemen Kehutanan menegaskan bahwa setiap satu pohon ditebang harus dibarengi dengan penanaman lima bibit pohon di lokasi yang sama.
Terungkapknya aksi pembalakan liar yang kian marak di Pulau Kangean setelah LSM Lembaga Pengkajian dan Perlindungan Korban Kebijakan Publik (LP2KP) melakukan investigasi sejak November sampai Desember 2009 lalu. "Sekarang hutan lindung tinggal 25 persen, hutan produksi tinggal 45 persen," kata Hamid, ketua LSM tersebut.
Aksi ilegal loging terparah terjadi di kawasan Desa Jukong dan Desa Torjen, Kecamatan Kangayan, dan di Kecamatan Arjasa. LP2KP mencatat, lebih dari 4.000 batang pohon jati dan pohon campuran ditebang dan diangkut dengan empat buah kapal motor setiap hari. Hamid menduga aksi tersebut dibackingi aparat karena aksi pembalakan liar berjalan lancar tanpa ada penangkapan.
Jika ditotal, Hamid mengatakan, kerugian negara akibat penebangan liar di kawasan hutan tersebut mencapai lebih dari Rp 31 miliar. "Kami sudah laporkan kasus ini ke Polwil Madura, 11 Januari lalu," ucapnya. MUSTHOFA BISRI.