TEMPO Interaktif, Banda Aceh - Pelanggaran hak sipil di Aceh selama tahun 2009, masih cenderung tinggi dan memprihatinkan. Hal itu disampaikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh berdasarkan hasil Rapat Kerja Daerah mereka yang dihadiri seluruh kantor LBH di Aceh.
Direktur LBH Banda Aceh, Afridal Darmi, Jumat (1/1), mengatakan selama 2009 pihaknya telah memberikan bantuan hukum baik litigasi mauapun non-litigasi kepada masyarakat. ”Klasifikasi kasus yang ditangani oleh LBH Banda Aceh adalah bantuan hukum cuma-cuma (BHC) kepada warga yang tidak mampu baik melalui proses peradilan ataupun konsultasi hukum,” ujar Afridal
Selama 2009, LBH Banda Aceh juga telah menangani kasus pelanggaran hak sipil politik sebanyak 29. Jenis-jenis kasusnya adalah pembunuhan di luar prosedur hukum (extra judicial killings) sebanyak tiga kasus, penyiksaan delapan kasus, penganiayaan tiga kasus, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang tujuh kasus, pelanggaran hak sipil anak tiga kasus, pelanggaran hak kesamaan di depan hukum dua kasus, serta pelanggaran hak kebebasan berpendapat di depan umum tiga kasus.
Dalam hal pelaku pelanggaran hak sipil politik, polisi menempati angka tertinggi yaitu dengan 24 kasus, kemudian diikuti oleh Pemerintah Daerah tiga kasus, sipir satu kasus, dan Satuan Polisi Pamong Praja satu kasus.
Sedangkan data kasus pelanggaran hak ekonomi sosial budaya yang ditangani LBH Banda Aceh selama tahun 2009 sebanyak 31 kasus. Umumnya yang ditangani adalah kasus sengketa tanah.
Berdasarkan jumlah kasus, ada kenaikan yang sangat signifikan dalam perbandingan kasus-kasus bantuan hukum cuma-cuma yang ditangani antara 2008 dan 2009. Pada 2008, LBH Banda Aceh menangani sebanyak 90 kasus yang didominasi kasus pidana sebanyak 58 kasus dan selebihnya perdata.
Sedangkan untuk 2009, kasus-kasus bantuan hukum cuma-cuma yang ditangani oleh LBH Banda Aceh sebanyak 134 kasus yang terdiri dari kasus pidana sebanyak 87 kasus dan selebihnya perdata. ”Kasus pidana yang ditangani umumnya didominasi kasus penganiayaan, sedangkan perdata didominasi oleh kasus sengketa tanah,” ujar Afridal.
Menurut Afridal, pihaknya merekomendasikan kepada Pemerintahan Aceh, agar lebih dapat mempromosikan, melindungi, dan menghormati hak-hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Aceh.
ADI WARSIDI