TEMPO Interaktif, BANDUNG - Dinas Kesehatan Jawa Barat tetap akan mengelar pengobatan kaki gajah secara massal sejumlah daerah endemis meski kasus di Kabupaten Bandung belum tuntas diusut. Namun setiap daerah diminta lebih berhati-hati agar kasus di Kabupaten Bandung tak terulang. "Karena ada kasus di Kabupaten Bandung, penyuluhan kesehatan harus lebih ditingkatkan," kata Kepala Bina Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan dr. Fita Rosemary, Jumat (20/11).
Hingga Desember mendatang, pengobatan massal pemberantasan kaki gajah akan dilakukan di Majalengka, Kota Cimahi, serta Kota dan Kabupaten Cirebon. Daerah tersebut termasuk 11 wilayah endemik kaki gajah di Jawa Barat, selain Subang, Kabupaten Bandung, Kuningan, Karawang, Depok, Kota dan Kabupaten Bogor, serta Bekasi.
Menurut Fita, obat yang dipakai tetap sama dari Departemen Kesehatan, yaitu Diethylcarbamazine citrate (DEC), Albendazol, dan parasetamol. "Kami menyiapkan obat lainnya seperti anti mual," ujarnya.
Soal kasus kematian setelah meminum obat kaki gajah di Kabupaten Bandung, dia menepis dugaan itu. Departemen Kesehatan selain menyimpulkan pengobatan itu aman karena telah diminum 400 juta orang di seluruh dunia, katanya, memastikan penyebab kematian bukan karena obat melainkan oleh penyakit yang diidapnya. "Sementara tidak ada hubungan antara kematian dengan minum obat kaki gajah," ujarnya.
Dia pun membantah obat kaki gajah bisa memperburuk penyakit seseorang dan memicu kematian. Tapi untuk lebih memastikan kasus ikutan pasca minum obat itu, ujar dia, Komisi Nasional dan Daerah sedang bekerja mengumpulkan bahan dan keterangan dari keluarga korban. "Kalau hasilnya diumumkan pemerintah kan nanti dibilang menutupi, jadi kita tunggu saja hasil komisi," kata Fita.
Dari salah satu kasus, dia mencontohkan, korban sempat mengaku berusia 50-an tahun kepada kader kesehatan, lalu meminum obat anti kaki gajah. Padahal usia sebenarnya telah lewat 60 tahun berdasarkan keterangan keluarga. Menurutnya, warga lanjut usia termasuk yang dilarang meminum obat, sama seperti anak-anak kurang dari 2 tahun, ibu hamil atau menyusui, dan orang dengan penyakit berat.
Sementara efek samping obat, umumnya menimbulkan pusing, mual, dan alergi, setelah 3 jam kemudian. Banyaknya peminum obat di Kabupaten Bandung yang harus ke rumah sakit, katanya, itu karena kekhawatiran massal. Masalah itu sebenarnya bisa diatasi jika kader kesehatan mencukupi sehingga bisa menjelaskan kepada masyarakat luas.
ANWAR SISWADI