TEMPO Interaktif, Makassar - Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Nur Kholis, menyatakan sengketa atas lahan perkebunan tebu yang melibatkan PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero) dengan rakyat, berpotensi melanggar HAM. Kasus itu berujung pada penembakan warga. "Potensi itu terkait hak sosial ekonomi berupa penghilangan tanah," kata Nur Kholis, Sabtu (7/11).
Menurut dia, dugaan pelanggaran HAM karena otoritas sipil, yakni Bupati Takalar harus bertanggung jawab. "Dalam waktu dekat ini, Komnas akan memangil bupati setempat," ujarnya. Meski penanganan kasus tersebut masih pada tataran rekomendasi, Komnas HAM terus memantau perkembangan di lapangan.
Mantan aktivis Lembaga Bantuan Hukum Makasar ini menambahkan, dari laporan yang masuk PT Perkebunan masih melakukan perluasan lahan yang dikhawatirkan mempengaruhi kondisi di lapangan.
Juru bicara dan urusan hukum agraria PT Perkebunan Nusantara XIV A. Bahrun M menolak tudingan pelanggaran HAM dalam kasus ini. "Kalau dianggap melanggar HAM, saya mau mengatakan bahwa mereka juga telah melanggar hak kami," kata Bahrun.
Bahrun beralasan, pelanggaran HAM warga terhadap pihak PT Perkebunan karena penyerobotan lahan yang dilakukan warga mengakibatkan ribuan pekerja di lahan milik negara itu tidak dapat bertugas dengan tenang. "Siapa yang bertanggung jawab memberi nafkah keluarga mereka," katanya.
Kasus sengketa lahan antara warga di beberapa desa di Kabupaten Takalar bermula dari penolakan warga yang selama ini mengelola lahan perkebunan tebuh seluas 6.800 hektare. Klaim warga merujuk pada bukti sewa penggunaan lahan selama 25 tahun.
Seiring berakhirnya sewa lahan pada 2007, warga menuntut pengembalian lahan. Adapun Pt Perkebunan juga memiliki bukti Hak Guna Usaha dari pemerintah Takalar dengan membayar royalti setiap tahun.
ARIFUDDIN KUNU